TEATER Lingkar Semarang terus berupaya mengembangkan pagelaran wayang kulit di tengah kemajuan zaman saat ini. Salah satunya melalui pagelaran wayang kulit yang dilakukan setiap malam Jumat Kliwon. Pagelaran ini sudah dilakukan sejak tahun 1991 hingga sekarang.
Bertempat di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang, mereka mengajak masyarakat khususnya warga Semarang untuk menonton pagelaran wayang kulit secara gratis. Gelaran ini berlangsung selama 5 jam, mulai pukul 20.00 hingga pukul 01.00 dini hari.
“Kami melihat bahwa anak-anak muda itu sudah tidak mengenal tentang pewayangan, sehingga kami berusaha bertanya kenapa kamu tidak suka? Jawabnya adalah saya tidak paham atau orak mudeng karo bahasanya,” kata Ketua dan Pembina Teater Lingkar Semarang yang akrab disapa Mas Ton Lingkar ini pada Joglo Jateng, belum lama ini.
Dari situlah, ia tergerak hatinya untuk melakukan diskusi bersama para dalang senior. Dirinya mengusulkan agar pagelaran wayang kulit dilakukan dengan bahasa yang disederhanakan dan cerita yang dipadatkan.
“Sehingga saya menghendaki rapat dengan para dalang senior, bagaimana kalau misalkan di dalam pewayangan pendalang itu bahasanya disederhanakan. Jangan dengan bahasa kawi yang ndakik-ndakik sehingga banyak anak-anak muda yang tidak paham. Kemudian adegan pakeliran itu tolong dipadatkan, dadi sing orak penting-penting tidak usaah, yang inti-inti saja. Akhirnya timbul istilah ‘pakeliran padat’ itu ternyata antusiasnya anak-anak muda sangat luar biasa,” papar Mas Ton.
Pagelaran wayang kulit setiap malam Jumat Kliwon ini telah berlangsung lebih dari 30 tahun lamanya. Pada 9 November 2023 lalu, menjadi pegelaran wayang kulit ke-313 bagi Teater Lingkar.
“Jadi sudah hampir 30 tahun lebih, kita berhenti pada saat ada pandemi dan penonton gratis bisa menyaksikan pagelarang wayang kulit di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS),” ujarnya.
Tak kalah menarik, selain menampilkan para dalang profesional, pada gelaran malam Jumat Kliwon itu juga terdapat pagelaran ‘Ekstra Show’. Dimana yang menjadi pengisinya adalah anak-anak didik dari Teater Lingkar dari berbagai usia.
“Untuk anak-anak muda yang belum pintar untuk mendalang, saya tampilkan dari sisi karawitan maupun dari sisi pedalangan itu menjadi extra show. Jadi sebelum dalang inti main, mereka anak-anak itu mengisi acara extra show,” imbuhnya.
Teater Lingkar kini berusia 43 tahun dan memiliki lebih dari 50 anggota yang tergabung. Tentunya berasal dari berbagai lapisan masyarakat. Mulai dari usia anak-anak sampai dewasa dan beragam profesi pelajar, mahasiswa, pegawai, penganggur, dosen, serta dokter.
Maka tak heran bila Teater Lingkar memiliki sejumlah dalang milenial yang berasal dari anak-anak muda. Dimana mereka hadir untuk masuk ke dalam dunia jagat pewayangan wilayah koridor anak muda dan milenial.
“Makanya saya punya di Lingkar itu, dalang-dalang milenial seperti Mas Sindhu. Mereka akan masuk dalam dunia jagat pewayangan dalam wilayah koredor anak muda, milenial. Sehingga itu menjadi daya tarik tersendiri untuk anak muda itu terlibat di dalam penumbuh kembangkan seni tradisi khususnya wayang kulit,” tandasnya.
Pihaknya berharap, pagelaran wayang kulit setiap Malam Jumat Kliwon ini akan bisa terus berlangsung. Untuk nguri-uri kebudayaan yang adhi luhur ini, juga sebagai wadah generasi milenial mengenal kebudayaan. (luk/mg4)