Oleh: Dr. Moh Yasir Alimi, Ph.D**
PERTAMA, PBNU mengeluarkan surat undangan terhadap pengurus Jatman tingkat wilayah (Idaroh Wustho) untuk silaturahmi di Surabaya tgl 19 September. Surat tidak ada stempel, dan ditandatangani oleh Kiai Zulfa Musthofa wakil ketua umum dan Drs H Lukman Hakim wakil sekjend. Tidak ditandatangani Ketum PBNU, Sekretaris, atau Rais Am PBNU.
Kedua, pendekatan PBNU terhadap Jatman tersebut kurang tepat. Jatman adalah organisasinya ulama tasawuf yang menjunjung akhlak tasawuf, maka penyelesaian dengan menggunakan cara politik kekuasaan tidaklah tepat. Mau menyelesaikan masalah di Jatman seperti dengan cara menyelesaikan di PKB tentu tidak pas. Dengan mengundang idaroh wustho, tanpa melibatkan idaroh aliyah, seolah PBNU mengajari murid-murid tarekat melawan gurunya.
Ketiga, mestinya diselesaikan dengan pendekatan keulamaan, bukan dengan struktur hirarkhi kekuasaan organisasi semata. Dalam NU yang ada tidak hanya AD ART dan formalitas struktur kekuasaan, tapi juga tradisi keulamaan. Inilah uniknya NU, ada otoritas organisasi, tetapi tidak menafikan otoritas spiritual. Terkadang ada pengurus NU kelas tinggi itu santrine kiai sepuh, kampung, ndeso gak ikutan medsos ini itu, bahkan kiai itu tidak ikut dalam struktur NU atau kalo ikut ya di struktur NU paling bawah, namun pendekatan kepada kiainya itu ya bukan dengan struktur formal hirarkhi organisasi
Keempat, PBNU hari ini nampaknya memang ingin bergerak melesat menjadi organisasi modern rasional (mungkin seperti pengelolaan organisasi Muhammadiyah). Tetapi tetap harus dipandang bahwa kelahiran NU itu basisnya adalah sebuah kultur pesantren dan kultur spiritual yang beda dengan organisasi modern. Sehingga cara penyelesaian perbedaan dalam organisasi jika buntu tidak bisa diselesaikan dengan cara organisasi modern karena akan meninggalkan konflik yang tidak berkesudahan, ada pihak yang disakiti, sementara pesan organisasi NU adalah menjaga persatuan ulama sebagaimana dalam qonun asasi Mbah KH Hasyim Asy’ari, maka alternatif penting yang dimiliki NU adalah penyelesaian dengan kultur pesantren.
Kelima, bagaimanapun Maulana Habib Luthfi sangat banyak sekali jasanya kepada Jatman dan NU. Di bawah kepemimpinan Maulana Habib Luthfi, Jatman telah mencapai kemajuan dan prestasi luar biasa, dalam kepemimpinan spiritualitas, kaderisasi generasi muda, kepemimpin sosial diluar NU, kedekatan dan persatuan dengan TNI POLRI dan umaro, pembangkitan semangat ke-NU-an, penggeloraan kecintaan pada kiai-kiai pesantren dan para sesepuh pendahulu, dan kepemimpinan spiritual tingkat internasinal. Maka tidak selayaknya beliau denga jasa seperti itu dan sebagai sesepuh/orang tua diperlakukan secara tidak hormat dengan memotong, tanpa komunikasi, tanpa silaturahmi, seolah Maulana Habib Luthfi sudah tidak ada. Yang demikian bukanlah akhlak nahdhiyyin terhadap orang tua, sesepuh atau ulamanya.
Keenam, alasan untuk entah penyelenggaraan MLB atau penunjukan langsung oleh PBNU dengan alasan demisioner tidaklah tepat. Pengurus Jatman baru demisioner sejak September 2023 dan sudah mengajukan surat kepada PBNU di bulan Agustus 2023 agar muktamar bisa diselenggarakan setelah pelantikan presiden. Ansor di masa Gus Yaquth pernah demisioner selama 4 tahun, yaitu berakhir th 2020 tapi baru menyelenggarakan kongress di tahun 2024. Maka upaya PBNU untuk menyelesaikan perbedaan di jatman hendaknya mengutamakan akhlak akhlak tasawuf, mengutamakan persatuan, menghindari perpecahan, mengutaman pengendalian diri dan kesabaran. Hendaknya penyelesainnya melalui mekanisme dan tata tertib yang sudah ada.
Ketujuh, penyelesaian persoalan Jatman dengan pendekatan ulama yang mengedepankan keulamaan, kasih sayang dan kesabaran akan berdampak sangat baik bagi NU, nahdhiyyin dan bangsa dan hal tersebut akan menggembirakan Nabi Muhammad SAW.
Kedelapan, di grup WA idaroh aliyah juga tidak pernah menyerang ketum PBNU atau lembaga PBNU, bahkan juga tidak pernah membalas serangan-serangan dari luar karena isinya kiai-kiai sepuh, yang menghadapinya dengan pasrah saja karena mengutamakan adab tasawuf dan keluguan menghadapi disrupsi digital dikalangan sepuh. Habib Luthfi sendiri sering berpesan agar menjaga wibawa pemimpin dan tidak usah menanggapi berita berita di medsos yang akan mengotori hati. Hal Ini adalah modal untuk menyelesaikan masalah dan kesalahpahaman dengan musyawarah.
Kesembilan, tantangan kedepan sangat berat, dan hanya bisa dihadapi dengan persatuan. Perubahan iklim yang mengancam kedaulatan pangan, disrupsi digital yamg mengancam sendi sendi keulamaan, keaswajaan dan ke NU an, goncangan geopolitik internasional dan pelemahan dan adu domba dari dalam maupun luar negeri, bila masalah bisa diatasi dengan baik dan persatuan, maka optimis tantangan berat bisa diatasi. Disrupsi digital dan post truth telah melemahkan relasi relasi antar ulama juga ukhuwwah nahdhiyyah, dipecah oleh prasangka prasangka, inilah momentum untuk memperbaiki keadaan ini. Mewadahi dan menyatukan ulama ahlus sunnah wal jamaah, juga mengatasi kesalahpahaman, merupakan tujuan utama NU inilah saatnya yang paling tepat untuk mwujudkannya dan umat sangat membutuhkannya. (*)
** Penulis adalah Pengurus PP MATAN, dan dosen Unnes Semarang.