Petani Kol Keluhkan Harga Jual, Dispertan Pemalang tak Berkutik

BERTUMPUK: Sayur kol di Pasar Induk Buah dan Sayur Pemalang tampak masih belum dijamah pembeli, imbas dari harganya yang anjlok, Selasa (1/10/24). (UFAN FAUDHIL/JOGLO JATENG)

PEMALANG, Joglo Jateng – Video berdurasi 23 detik tentang keluhan petani sayur kol di lereng Gunung Slamet, Kabupaten Pemalang dalam unggahan salah satu akun Facebook menjadi sorotan banyak pihak. Menanggapi hal itu, Dinas Pertanian (Dispertan) mengonfirmasi pihaknya tidak dapat berbuat banyak, karena kebutuhan pasar saat ini yang minim serta sayur kol bukan menjadi salah satu komoditi pangan utama.

Kepala Dispertan Pemalang, Prayitno melalui Kepala Bidang Tanaman Pangan Hortikultura, Iing Winarso menuturkan, pihaknya telah melakukan survei harga dari petani dan pasar pada komoditi sayur kol. Hasilnya cukup mencengangkan, satu kilo kol di pasaran dihargai hanya Rp500. Hal tersebut menjadi keluhan para petani kepada pemerintah agar mampu menytabilkan harga.

Namun demikian, Iing menjelaskan pihaknya tidak mampu berbuat banyak untuk mengendalikan harga di pasaran. Karena adanya hukum pasar, di mana saat ini kondisi permintaan sayur kol baik dalam daerah (Pemalang) dan luar sangat kecil, sehingga dengan jumlah panen begitu melimpah tidak terserap baik oleh pasar.

“Data kita dari Agustus, jumlah luas tanam sayur kol atau kubis kurang lebih 24 hektare, jauh dibandingkan Juli yang hanya 7 hektare. Mungkin karena musim panen raya dan permintaan tetap jadi harganya anjlok sampai Rp500 perak per kilonya,” ucapnya saat dikonfirmasi di Kantor Dispertan, Selasa (1/10/24).

Salah satu upaya yang akan dilakukan Dispertan yaitu dengan memberikan pelatihan serta pendampingan kepada para petani, agar mau mengolah kol menjadi barang baru dengan nilai jual lebih tinggi. Hal ini dilakukan agar ke depan, harga jual sayuran itu tidak terlalu rendah dan merugikan petani.

Pada pantauan langsung di Pasar Induk Buah dan Sayur Pemalang, Tegar (26) salah satu pedagang sayur mengungkapkan, harga kol anjlok sejak satu bulan terakhir. Pada setiap kilonya, yang biasanya ia menjual dengan harga Rp1.000-Rp1.500 sekarang anjlok hingga menyentuh angka Rp500 perak per kilogram. Ia menilai, banyaknya jumlah panen dan sedikitnya permintaan jadi alasan utama harga jual turun.

“Dari petani kita ambil paling Rp400 perak per kilo, jadi jualnya Rp500 perak per kilo. Harga itu sudah lama terjadi, sekitar sebulan lebih lah. Mendingan harga jual tinggi permintaan juga banyak barang cepat habis,” tuturnya. (fan/abd)