SEORANG pelajar asal Kota Semarang, Naomi Daviola (17) akhirnya bisa pulang ke rumah bersama keluarga pada Rabu (9/10/2024). Sebelumnya gadis yang akrab disapa Vio ini sempat dinyatakan hilang di Gunung Slamet Purbalingga pada Senin (7/10/2024) lalu. Ia berhasil ditemukan dengan keadaan sehat dan selamat pada Selasa (8/10/2024) pagi.
Saat Joglo Jateng datang di kediamanya di Jalan Kauman Baru blok B, Kelurahan Karangroto, Kecamatan Genuk, Vio menceritakan pengalamannya saat hilang di Gunung Slamet. Ia mangaku ikut pendakian bersama ke Gunung Slamet dengan orang lain yang dikenal lewat aplikasi TikTok. Vio berangkat menuju Gunung Slamet Via Bambangan, Purbalingga pada Sabtu (5/10/2024) menggunakan motor sendiri.
“Dari sini nggak ada teman, ke Gunung Slamet sendiri, ketemunya di basecamp,” kata Vio kepada awak media di rumahnya, Rabu (8/10/2024).
Vio menjelaskan, ada 3 kelompok dalam pendakian bersama itu. Mereka mulai mendaki pukul 23.45. Karena tak mendirikan tenda, rombongan itu langsung turun setelah selesai melihat sunrise di puncak.
“Awalnya aman-aman saja, jalan sesuai jalurnya. Naik puncak juga sesuai jalurnya. Sampai Plawangan itu jam 10.00, dapat sunrise-nya di perjalanan. Terus naik ke puncak sampai atas sekitar jam 12.00,” tuturnya.
Vio tergabung di kelompok 3 yang berisi 7 orang. Sebanyak 3 orang sudah turun terlebih dahulu. Sementara ia bersama dua laki-laki dan satu perempuan lainnya itu baru menaiki puncak saat ketiga orang lainnya sudah turun.
“Kita naik berempat, terus kita turun kan kita berempat, kita gandengan. Mas-mas rambut pirang duluan, saya mau nyusul, saya kira saya bisa nyusul tapi ternyata nggak. Saya capek, saya istirahat dulu,” cerita Naomi.
“Saya nengok ke belakang masih ada orang. Tetapi setelah negok yang ketiga itu udah nggak ada. Depan awalnya ada orang itu juga nggak ada. Di cerita mereka (dua orang di belakang) juga sama, mereka nengok ke saya yang ketiga itu udah nggak ada,” lanjutnya.
Pada saat itu, Vio mengaku bahwa dirinya hanya melihat hutan belantara yang sangat sepi dihadapaknya. Sontak dirinya panik dan berteriak meminta pertolongan namun tak ada respon yang dia terima.
“Mau turun juga nggak bisa, karena depan saya full hutan, harusnya nggak gitu. Kemarin ada yang bilang saya ambil jalur kanan, padahal nggak, saya ambil jalur tengah. Bingung harus ke mana, lewat mana, benar-benar sendiri di sana,” bebernya.
Akhirnya ia mulai mencari jalan keluar. Hutan itu ia susuri terus sampai bawah. Akhirnya Vio menemukan pagar yang entah akan tembus ke mana, sehingga ia memutuskan kembali naik.
“Tetapi semakin saya naik, semakin treknya naik. Jadi kita ngejar sesuatu yang nggak bisa kita kejar. Karena saya capek saya berhenti, saya ke sana kemari lihat-lihat sekitar,” jelasnya.
Tepat saat Vio istirahat, hujan mulai turun, dirinya memutuskan memakai jas hujan. Seusai itu dia memilih duduk dan beristirahat sambil melawan rasa takutnya itu.
“Terus akhirnya turun, istirahat tapi nggak bisa benar-benar tidur. Cuma nyandar di batu pakai tongkat trekking pole. Setahu saya yang saya dudukin itu jeglong, tapi waktu bangun udah gundukan tanah. Di situ saya liat sunrise, nggak bjsa foto karena hpnya mati dari Minggu, powerbanknya nggak tahu di mana juga,” paparnya.
Saat itu, entah dari mana seekor burung muncul di hadapannya. Seolah mengarahkannya ke arah yang benar sehingga membuatnya berinisiatif mengikuti burung itu.
“Saya lihat ke depan ada burung, saya ngerasa diarahin ke bawah, saya ikutin di pas dia turun aku turun. Pas di naik aku naik. Tapi jalan yang dipilih jelek, jadi saya sampai luka-luka,” tuturnya.
Karena masih tak menemukan jalan, Vio memilih untuk kembali naik. Selama tersesat itu, ia hanya mengandalkan roti sobek yang tinggal 6 potong dan air minum yang ia isi dari mata air di sekitar menggunakan botol 1,5 liter.
“Makannya benar-benar dihemat-hemat, sepotong buat sehari karena nggak tahu bakal sampai kapan. Bahkan sampai sekarang rotinya masih,” jelasnya.
“Selama malam itu yang dipikirin kan masih punya adik-adik, nggak mungkin saya ninggalin mereka, nyerah gitu saja. Mamah Papah susah-susah nyekolahin, masa ilang gitu aja. Nenek juga yang merawat saya dari kecil, pokoknya harus ketemu nggak boleh hilang. Doa sama Tuhan,” sambungnya.
Tiba-tiba, Senin (7/10/2024) pukul 16.00 mulai hujan badai sehingga ia memilih berhenti dan beristirahat dengan bersandar pada pohon. Saat terbangun, sudah sekitar pukul 20.00, ia melihat secercah cahaya menembus gelapnya hutan.
“Paginya makan, minum, lihat sunrise, ditunjukin lagi sama burung, ada 3. Jengkelnya burung itu ngarahin ke yang akar-akar semua, kalau akar diinjak kan patah, kalau patah itu saya jatuh,” imbuhnya.
Setelah berjalan lumayan jauh, sekitar pukul 09.00 Vio mendengar ada suara orang berteriak. Perasaannya langsung lega saat itu juga. Harapan seolah datang.
“Ada yang teriak-teriak ‘Mbak Vio di mana?’ saya bilang ‘saya di sini’. Di situ saya lega banget udah ditemuin. Akhirnya ditolong sampai bawah. Sama sekali nggak digendong soalnya nggak ditawarin,” terangnya.
Ia langsung memeluk salah satu Tim SAR gabungan yang telah menjemputnya. Tangisnya dan anggota Tim SAR itu pecah saat akhirnya Vio ditemukan. Mereka lantas turun dari pukul 10.00 hingga pukul 16.00.
“Bapaknya cerita nyari dari Senin, nyari dua jalur, via bambangan ke Gunung Malang dan sebaliknya,” jelasnya.
Saat akhirnya bisa melihat kembali wajah orang tuanya, Vio langsung menangis sejadi-jadinya dan memeluk mereka. Usai dua hari melawan takut sendirian, Vio akhirnya ditemukan dalam kondisi sehat meski lemas.
“Begitu ketemu orang tua seneng banget sampai nangis, peluk mamah. Trauma sih nggak tapi yang jelas nggak bakal dibolehin naik gunung lagi,” pungkasnya.
Sementara itu, Ibundanya, Dwi Ningsih Veronica (40) mengaku suaminya sempat sakit saat Vio tak kunjung pulang dari Gunung Slamet. Ia mengaku sempat menunggu sang putri hingga tengah malam karena firasatnya tak enak.
“Papahnya malam itu (Sabtu 5/10/2024) badannya sudah kemeng kabeh (sakit semua, Red.). Sudah dikerok, dipijetin, sebelumnya nggak pernah gitu. Terus ngomong ‘ayo goleki (cari, Red.)’ lah nggak tahu di mana,” kata Dwi saat ditemui di Kelurahan Karangroto, Rabu (9/10/2024).
Ia mulai mencari tahu keberadaan anaknya itu dengan mengecek laptop milik Vio dan membuka akun WhatsApp. Ia berkoordinasi dengan pembina pramuka SMKN 3 Semarang, lantaran Vio izin mengikuti kegiatan pramuka.
“Pikirku kalau ke sekolah menggemparkan sekolah. Saya tanya wali kelas, katanya ndak tahu kabarnya. Dia pamitnya pramuka, jadi saya tanya guru pramuka, memang ada kegiatan tetapi bukan hari itu. Terus aku lihat sepatu gunungnya yang tadinya di kresek, ini kok tinggal kreseknya tok. Wah bocah iki mesti naik gunung,” tandasnya.
Mendengar kabar hilangnya Vio, ia pun berangkat menuju Gunung Slamet, Purbalingga malam itu bersama tim pencarian dari pihak sekolah. Dwi langsung terkejut begitu melihat jalan menuju Gunung Slamet yang sempit, gelap, dan sepi malam itu.
“Saya sampai sana 09.30, kita berangkat ke Kwarcab (Kwartir Cabang Pramuka, Red.) jam 12.30 WIB kurang, karena butuh proses untuk mengurus surat jalan dsb, kan ada ketentuannya. Terus berangkat dari sana sampai Purbalingga jam 03.30 pagi, Selasa (8/10/2024). Aku yo mak pyur (terkejut, Red.), Gusti, kok tekan kene (sampai sini, Red.). Hebat loh anakku modal Google Maps, sendirian, wedok (perempuan, Red), kendel (berani, Red.),” lanjutnya.
Terlebih, lanjut Dwi, ia baru mengetahui kabar anaknya itu hilang tersebar juga di media sosial. Banyak telepon dari sanak saudara yang menanyakan kabar Vio, usai melihat kabar dari media sosial.
“Aku nggak mudeng ramai di HP. Lah Papanya dapat telpon dari saudara. Saya bingung, nggak ngabarin ke mana-mana,” terangnya.
Akhirnya Selasa (8/10/2024) pagi sekitar pukul 10.00 WIB akhirnya ia mendengar kabar anaknya itu sudah ditemukan di pos 7 arah pendakian Gunung Malang. Hatinya langsung lega. Dengan sabar ia menunggu kedatangan Vio hingga pukul 16.00.
“Plong tenan, atiku sing kececer wis tak jupuki kabeh (Lega sekali, hatiku yang tercecer sudah aku ambil semua, Red.). Mung tesih (hanya masih, Red.) gelisah urung ketemu wonge (belum bertemu orangnya). Lama itu, dari jam 10.00 WIB sampai jam 16.00,” jelasnya.
Dwi mengatakan, dari kejadian itu ia menegaskan kepada Vio bahwa yang paling utama yakni restu orang tua. Ia berpesan kepada anaknya yang baru berulang tahun ke-17 tanggal 4 Oktober lalu tersebut agar ke depannya selalu izin kepada orang tua.
“Pesannya kalau ada apa-apa ngomong sama orang tua. Padahal tanggal 4 dia ulang tahun, dia nerima KTP, tak kasihkan dia senang. Tanggal 5 malah minggat (pergi, Red.),” ujarnya.
Kini, ia sudah bisa kembali bertemu dan beraktivitas bersama anak sulungnya yang sempat hilang selama dua malam di Gunung Slamet. Ke depan, ia tak mengizinkan lagi anaknya itu mendaki gunung. Semua kegiatan akan ia dukung, kecuali mendaki gunung.
“Habis ini nggak boleh naik (gunung, Red.) lagi. Sudah. Titik,” tegasnya. (luk/adf)