Demak  

700 Hektare Lahan di Demak Disasar untuk Bangun Areal Mangrove

KOMPAK: Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq (sepatu boot kuning) usai menanam mangrove mencoba membantu Camat Bonang dengan disaksikan Bupati Demak Eisti'anah (pakai topi) di Pantai Morodemak, Desa Purworejo, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak. (ANTARA/JOGLO JATENG).

DEMAK, Joglo Jateng – Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq menargetkan pembangunan areal tanaman mangrove seluas 700 hingga 800 hektare di Kabupaten Demak. Hal itu sebagai salah satu upaya menghadapi perubahan iklim (climate change).

“Kita baru tersadar betapa pentingnya manfaat tanaman mangrove setelah ribuan hektare lahan tambak hilang karena abrasi,” ujarnya ditemui usai menanam tanaman mangrove di Pantai Morodemak, Desa Purworejo, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, kemarin.

Dalam kunjungannya itu, Menteri LH didampingi Bupati Demak Eisti’anah dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. Serta perwakilan dari Universitas Diponegoro Semarang.

Jika semua sudah tahu, paham, dan sadar terkait manfaat mangrove, Menteri LH mengajak untuk segera kembali merehabilitasi potensi lahan untuk ditanami bibit mangrove yang ada.

Berdasarkan data dari Kementerian LH, katanya, terdapat 770.000 hektare potensial habitat mangrove yang terdegradasi. Sedangkan 570.000 hektare di antaranya berupa tambak seperti di Pantai Morodemak yang hilang karena abrasi laut.

Kawasan di Pantai Morodemak tersebut, kata dia, merupakan sasaran karena pemerintah juga ada beberapa proyek di Pulau Jawa. Sedangkan di Kabupaten Demak ini diharapkan bisa menjadi contoh yang baik.

Proyek pembangunan lahan mangrove di Kabupaten Demak tersebut, akan mendapatkan kawalan dari Kementerian LH selama tiga tahun sampai mangrove tumbuh.

“Tetapi bagaimana kita maklumi, secara alamiah mangrove ini asal tidak terganggu dan salinasi terjaga, maka tidak terlalu lama. Dalam tempo tiga tahun sudah cukup untuk menumbuhkan tegakan mangrove,” ujarnya.

Melalui proyek percontohan tersebut, pemerintah akan meningkatkan Kembali kapasitas lingkungan dalam menghadapi perubahan iklim yang sedang terjadi.

“Jika ini bisa menjadi contoh, internasional siap memberikan dukungan untuk bersama-sama menangani climate change ketahanan kembali mangrove secara global,” ujarnya.

Dari peta mangrove nasional tahun 2021, Indonesia memiliki luas tanaman mangrove eksisting seluas 3,440 juta hektare, tersebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia. Hal ini, menempatkan Indonesia menjadi negara mangrove terbesar di dunia, atau sekitar 23,5 persen mangrove dunia ada di Indonesia.

Namun, degradasi pantai demikian masif yang terlihat dari land subsidence atau fenomena terjadinya penurunan tanah dan peningkatan muka air laut keduanya saling mendisrubsi.

“Di Kabupaten Demak disebutkan tahun 2017 tingkat abrasinya makin meningkat, secara vegetatif tanaman mangrovenya hampir tidak ada. Karena kegiatan masif pemanfaatan daerah mangrove,” ujarnya.

Sementara fungsi vegetasi tersebut, kata dia, bisa dilihat langsung di lapangan, di belakang mangrove mampu menjadi barrier dari segala tekanan. Sehingga hal ini menjadi perhatian penting karena multi fungsi dan paling menonjol kemampuan filground-nya menyimpan karbon dan mangrove penting untuk mengatasi krisis iklim. Dengan begitu, dunia global memiliki inisiatif mengembalikan mangrove, salah satunya di Indonesia.

“Kami ingin dukungan Bupati Demak dan Pemprov Jateng untuk meredesain tambak-tambak yang ada. Satu sisi kita akan meningkatkan kembali kapasitas lingkungan kita dalam menghadapi perubahan iklim ini. Pemkab Demak tentu ingin meningkatkan kembali ekonomi dari tambak-tambak yang idle atau diam seperti saat ini,” ujarnya.

Sementara itu, Bupati Demak Eisti’anah menyambut positif program pemberdayaan pesisir utara untuk penanaman mangrove. Karena nantinya juga ada kajian dari Dinas LH Demak untuk mengajukan proposal ke Kementerian LH terkait program tersebut.

Apalagi, kata dia, Kementerian LH sudah menyiapkan anggaran, selain mengendalikan abrasi juga meningkatkan perekonomian masyarakat. Karena tambak terselamatkan dan potensi abrasi juga bisa dikurangi.

“Jika upaya mengatasi abrasi laut dengan tanggul lau membutuhkan anggaran yang besar, maka efektif dan efisiennya bisa mengutamakan program mangrove dengan sasaran lahan seluas 700-800 hektare,” ujarnya. (ara/adf)