Kendal  

Melalui FGD, KPUD Kendal Gali Saran untuk Evaluasi Pelaksanaan Pemilu 2024

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kendal memggelar Forum Group Discussion (FGD) Penyusunan Laporan Evaluasi Pemilihan Tahun 2024.(Agus/Joglo Jateng)

 

KENDAL, Joglo Jateng – Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Kendal berupaya menggali berbagai saran dan tanggapan dari masyarakat terkait pelaksanaan Pemilu tahun 2024. Hal ini dilakukan KPUD Kendal dengan menggelar Fokus Group Discusion (FGD) dalam rangka penyusunan laporan evaluasi Pemilu 2024, Rabu (19/2/2024).

“Ini nanti hasilnya kita kirim ke KPU RI,” terang Komisioner KPUD Kendal, Zaenut Tholibin.

Zaenut menyampaikan, masukan dan tanggapan masyarakat terkait pelaksanaan pemilu 2024 sangat diperlukan bagi pihaknya. Oleh karena itu, dalam FGD ini pihaknya mengundang berbagai elemen masyarakat, baik itu stakeholder, peserta pemilu, TNI-Polri dan Bawaslu.

Dijelaskan, dalam FGD tersebut, pihaknya banyak mendengar terkait dengan pendidikan politik bagi pemilih. Masukan tersebut akan disikapi pihaknya dengan melakukan sejumlah perbaikan.

FGD yang digelar menghadirkan tiga narasumber, di antaranya yakni, Prof doktor Mudjahirin Tohir ,Prof doktor Raharjo dan doktor Turtiantoro.

Dalam sesi tanya jawab, terlontar pertanyaan dari peserta mana yang lebih baik, pemilu sebelum reformasi atau pemilu sesudah reformasi. Pertanyaan serupa juga dilontarkan peserta lainnya, yakni lebih baik pemilihan lewat DPR/DPRD atau pemilihan secara langsung.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Dr Turtiantoro, pakar ilmu pemerintahan Undip menyampaikan, tidak ada ukuran yang jelas soal itu. Dia lalu mencontohkan soal pemilhan lewat DPR/DPRD.

“Misalnya ada tiga pasang calon kepala daerah, yang mendapatkan suara terbanyak logikanya akan jadi pemenang. Akan tetapi, pada penentuan akhir masih ada satu syarat lagi yang ditentukan oleh pemimpin di pusat, sehingga fakta di lapangan itu pada akhirnya bisa berubah. Apakah kenyataan seperti ini bisa dikatakan lebih baik?” tanya dia.

Hal seperti itulah yang masih jadi persoalan dan belum bisa tuntas, sehingga hal tersebut dianggap sebagai kelemahan model pemilihan lewat DPR/DPRD.

Menurutnya, yang bisa dilakukan saat ini adalah menjaga diri untuk tetap berada dalam koridor demokrasi.

“Saya yakin, selama kita masih berada dalam koridor demokrasi maka masih tetap ada secercah harapan untuk menjadi lebih baik lagi ke depan,” ujarnya.

Narasumber lain, Dr Muhammad Abdullah menyatakan, meskipun ukuran baik itu relatif, setidaknya pada era setelah reformasi lahir banyak sekali atauran dan undang-undang yang  mengakomodasi dan mengatur banyak hal yang sebelumnya belum diatur.

“Kalau tadi ada yang menyimpulkan bahwa selama bangsa Indonesia belum menjadi bangsa maju dan kaya maka kondisi demokrasinya masih akan seperti itu. Belum tentu juga, karena tidak ada jaminan jika bangsa kita sudah menjadi bangsa yang kaya maka demokrasinya akan lebih baik, nggak ada jaminan,” tegasnya.

Menurut dosen FIB Undip itu, justru mentalitas dan karakter SDM lebih menentukan. Sebab, semua yang terjadi saat ini sudah menjadi karakter bangsa saat ini.

“Jadi, yang lebih penting lagi adalah perbaikan kualitas atau karakter SDM. Sebab, kualitas dan karakter SDM yang baiklah yang akan menciptakan pemimpin yang baik dan berkarakter  baik,” tandasnya.(ags)