Kudus  

Khitan Perempuan: Tradisi atau Risiko? LKKNU Kudus Gelar Diskusi Ilmiah

DISKUSI: FGD bertema P2GP Perspektif Agama dan Kesehatan yang digelar LKKNU Kudus di Gedung Tarbiyah IAIN Kudus, Selasa (18/3/25). (ADAM NAUFALDO/JOGLO JATENG)

KUDUS, Joglo  Jateng – Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) Kudus menggelar Forum Group Discussion (FGD) bertemakan Pelukaan dan Pemotongan Genitalia Perempuan (P2GP) Perspektif Agama dan Kesehatan di Gedung Tarbiyah IAIN Kudus, Selasa (18/3/25). Diskusi ini menghadirkan pakar agama dan tenaga kesehatan untuk membahas khitan perempuan dari berbagai sudut pandang.

Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Kudus Gus Mujib menjelaskan, dalam Islam, khitan bagi perempuan tidak wajib dilakukan kecuali jika terdapat kondisi medis tertentu. “Jika bentuk klitorisnya normal maka tidak perlu. Namun, kalau ada indikasi medis seperti penyakit, hukumnya wajib,” ujarnya, Selasa (18/3/25).

Senada, Sekretaris LKKNU Kudus Mohammad Solikul Huda menekankan, pentingnya edukasi kepada calon orang tua mengenai perawatan dan keselamatan anak perempuan.

“Materi ini diberikan kepada mahasiswa sebagai bekal ilmu ketika kelak berumah tangga. Orang tua memiliki peran besar dalam menjaga kehormatan dan keselamatan anaknya, terutama anak perempuan,” katanya.

Sementara itu, Sub Koordinator Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan Kudus Muslikah menegaskan, dari sisi medis, khitan perempuan tidak memiliki manfaat yang berarti. Justru, prosedur ini berisiko menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan.

“Jika dilakukan oleh tenaga non medis, risiko infeksi dan komplikasi semakin besar. Dari sudut pandang medis, tidak ada manfaatnya. Bahkan, pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang melarang sunat perempuan,” jelasnya.

Muslikah menyampaikan, dari segi kebijakan, Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) sudah mengatur larangan praktik khitan perempuan. “MUI memang tidak mewajibkan, hanya menyebutnya sebagai tindakan mulia. Namun, banyak pakar agama juga tidak menyarankan. Jadi, karena masih ada perbedaan pandangan, diskusi seperti ini penting untuk terus dilakukan,” tuturnya.

Menurutnya, FGD ini bertujuan memberikan pemahaman berbasis ilmu pengetahuan kepada mahasiswa. Maka, diharapkan mahasiswa dapat berpikir lebih kritis dan berbasis data.

“Mahasiswa harus mampu menganalisis berdasarkan data dan fakta. Dari sisi keilmuan kesehatan, tidak ada penelitian yang menunjukkan manfaat sunat perempuan,” imbuhnya. (adm/sam)