KUDUS, Joglo Jateng – Suasana hangat penuh semangat tampak di Panggung Ngepringan, Desa Lau, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Kamis (10/4).
Kampung Budaya Piji Wetan menggelar workshop membatik tulis yang melibatkan anak-anak muda dan warga sekitar dalam rangkaian program residensi seni Tapangeli.
Workshop ini merupakan hasil kolaborasi antara seniman dan warga setempat, sebagai upaya pelestarian batik tulis sekaligus mengembalikan makna asli dari proses membatik yang kini mulai terpinggirkan oleh produk tekstil bermotif batik cetak (printing).
Kegiatan ini menghadirkan Divasio Putra Suryawan, seniman batik asal Lasem, Rembang, yang mendampingi sekitar 20 peserta.
Mereka diajak membuat motif batik secara manual, mulai dari membuat pola hingga proses mencanting dengan menggunakan lilin malam panas di atas kain.
Setiap karya yang dibuat mengangkat tema besar tentang harapan dan memori kebudayaan di wilayah Muria.
“Melalui workshop ini, kami ingin menumbuhkan kembali kesadaran akan budaya asli. Batik bukan sekadar motif, tapi prosesnya adalah warisan yang harus dihargai,” ujar Divo.
Ia menyoroti maraknya penyalahgunaan istilah batik yang digunakan pada kain-kain printing.
Padahal, batik asli memiliki proses khusus yang telah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda sejak 2009.
Salah satu peserta, Candra Asih (20) asal Jepara, mengaku baru pertama kali mencanting dan merasa kagum dengan rumitnya proses membatik.
“Ternyata membatik itu sulit dan butuh ketelatenan. Jadi sekarang saya lebih menghargai batik tulis,” ungkapnya.