Oleh : Muhamad Kundarto
Dosen UPN “Veteran” Yogyakarta
Pengurus Pusat Himpunan Ilmu Tanah Indonesia
Tim Teknis Proklim 2012-2024
Kita sepakat bahwa Indonesia adalah negara agraris yang memiliki potensi tanah subur dan ketersediaan air permukaan yang relatif tinggi untuk mendukung budidaya tanaman pangan. Namun kita juga mengetahui fakta bahwa sumber-sumber pangan kita mulai ‘terjajah’ oleh impor dari negara lain. Maka program pemerintah yang mendorong swasembada pangan perlu kita dukung sampai pada tahapan implementasi di level terbawah, yaitu wilayah desa.
Dengan menggunakan rujukan literasi bahwa kebutuhan pangan per kapita (orang) sekitar 100 kg/tahun, maka jika produksi sawah per tahun mencapai 4 ton beras, bisa menjadi sumber pangan bagi 40 orang. Jika sawah bisa panen padi 2-3 kali per tahun, maka daya dukung sawah untuk sumber pangan bisa mencapai 80-120 orang.
Tugas pertama di desa adalah melakukan identifikasi luasan sawah dan berapa kali panen per tahun, lalu mendata jumlah penduduk existing yang tinggal atau beraktifitas di desa tersebut. Pendataan bukan sekedar berdasarkan jumlah orang yang ber-KTP di desa itu, tapi semuanya, karena kebutuhan pangan berlangsung setiap hari pada kumpulan manusia di lokasi.
Hasil pendataan dan perhitungan di atas akan memasukkan kondisi desa dalam status surplus pangan (kelebihan produksi pangan) atau kekurangan. Biasanya di kawasan perdesaan cenderung surplus, sedangkan kawasan perkotaan cenderung minus pangan. Pendataan bisa dikembangkan pada lingkup yang lebih luas, yaitu tingkat kecamatan, kabupaten/kota, sampai provinsi. Pendataan yang dimulai dari desa biasanya akan lebih akurat. Apalagi jika didukung teknologi perpetaan, drone, dll.
Perlu dipahami oleh semua pihak, bahwa keberadaan sawah-sawah ini merupakan cadangan pangan untuk kepentingan swasembada pangan nasional. Artinya melindungi keberadaan sawah sebagai langkah kepentingan nasional. Jangan gara-gara merasa sawah di suatu desa masih sangat luas, lalu mudah melakukan alih fungsi. Karena kelebihan pangan di suatu desa akan menjadi penopang pangan di desa-desa lain yang minus pangan.
Gerakan menekan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian akan lebih efektif dilaksanakan di level desa, walaupun perangkat legalitas administrasi birokrasinya sampai di tingkat kabupaten/kota. Pemerintah desa berhadapan secara langsung dengan kondisi dan situasi di desanya, sehingga bisa melakukan eksekusi secara langsung untuk melakukan perlindungan, misalnya dari rayuan para pengembang (pengusaha) untuk jadi perumahan, pertokoan, dll. Perlu diketahui bahwa perlindungan pangan melingkupi kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LPPB) yang selain sawah juga melindungi berbagai infrastruktur pendukungnya, seperti jaringan irigasi yang tersedia aliran air yang mencukupi, jalan produksi yang membelah kawasan persawahan tidak boleh memicu tumbuhnya bangunan, tempat penggilingan padi, rumah kompos (pupuk organik), gudang sarana produksi pertanian, dll.
Kita juga tidak boleh melupakan kepentingan petani sebagai ujung tombak pengelola sawah, dengan cara memastikan keuntungan dalam budidaya tanaman pangan. Kebijakan pemerintah yang kewajibkan harga gabah kering panen (GKP) minimal Rp 6.500 dan pembentukan Koperasi Merah Putih sebagai pengelola lumbung pangan di desa perlu dukungan dari semua pihak, termasuk program-program lain yang sudah dijalankan sebelumnya.
Desa-desa yang sudah mengembangkan BUMDes bisa bersinergi dengan pembentukan Koperasi Merah Putih. Program di desa seperti Desa Mandiri Pangan, SDGs (Sustainable Development Goals), ProKlim (program komunitas untuk pengendalian perubahan iklim), dll dapat berkolaborasi dan bersinergi untuk mendukung kemandirian pangan di tingkat desa dan program swasembada pangan di tingkat nasional.
Dari puluhan ribu jumlah desa di Indonesia, tentu dalam implementasi tidak bisa berjalan dengan ritme yang sama. Dalam prosesnya membutuhkan pengawalan dan pengawasan dari pemerintah dari level desa sampai pusat. Demikian juga pihak swasta, perguruan tinggi, dll bisa ikut mendorong percepatan program ini.