PURWOREJO, Joglo Jateng – Carut marut pengelolaan BUMDes, masih saja terjadi. Salah satu contohnya adalah BUMDes Gesikan, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo. Berdasar keterangan dari Bendahara BUMDes Gesikan, Nt, uang modal usaha milik perusahaan milik desa itu digunakan oleh Kades Gesikan berinisial Sur, yang juga menjabat pengawas.
Kepada wartawan, Nt mengatakan bahwa awal mula modal diminta oleh Kades saat BUMDes akan membuka usaha pupuk bersubsidi. Saat itu, Ketua BUMDes lama, Bejo Susilo, anggota dan pengawas BUMDes mengadakan rapat dan menyetujui usulan tersebut. Alasannya, menurut Nt, karena Kades Sur mengklaim punya banyak kuota pupuk subsidi dari Kartu Tani yang dimilikinya.
“Kemudian kami disuruh menyerahkan uang Rp20 juta ke Rumah Kades. Saat itu, tidak ada satu pun yang bersedia dengan alasan ra kober (tidak sempat-red). Lalu saya yang menyerahkan, kami percaya pada Kades. Saya mengajak anak untuk menjadi saksi penyerahan uang, ada foto saat penyerahan Rp20 juta. Itu sekitar pertengahan tahun 2023 lalu,” tutur Nt, Rabu (30/04/2025) lalu.
Namun kenyataannya, janji pupuk tersebut tak direalisasikan. “Alasannya Kades hampir kena tipu. Bisnis pupuk tidak jadi, uang modal BUMDes pun tidak dikembalikan. Lalu yang kedua, tanggal 13 Oktober 2023, turun dana Rp80 juta dari informasi yang saya peroleh, uang tersebut berasal dari proposal yang dibuat desa untuk pembelian pupuk,” kata Nt.
Ia melanjutkan, uang tersebut diterima oleh Ketua BUMDes Gesikan yang baru, Sigit. “Saat itu Pak Sigit menelepon saya, dia bilang, uangnya disuruh menyerahkan ke Kades Sur. Lalu, oleh Pak Sigit diserahkan ke Pak Kades. Permasalahannya, tahun 2024, warga ribut karena tidak ada pupuk dan protes ke saya. Waktu itu saya jelaskan, Pak Kades yang mau membelikan,” tutur Nt.
Nt menuturkan, dia sudah pernah menanyakan ke Kades dan Sur yang dikenal temperamental dan ketus itu mengakui uang memang dipegangnya. “Kedua saya dipanggil, tapi ketuanya (Sigit) mumpet, karena dengar-dengar dia pakai uang juga. Buku keuangan saya serahkan. Ada catatan isi kas ada sekian dipakai di luar sekian. Pak Kadesnya bilang, Maret 2025 akan diganti. Kami tanyakan lagi katanya April mau diganti, sampai sekarang tidak direalisasi. Setelah itu, tokoh masyarakat mendesak Ketua BPD untuk membahas permasalahan ini, tapi tidak ada realisasi juga. Saya takut, kalau warga mengira saya ikut memakai uangnya, padahal tidak sama sekali,” kata Nt.
Untuk menutup ketiadaan pupuk, Kades Sur pun pernah membelikan sebanyak 3 ton dengan memakai kartu tani miliknya. Oleh BUMDes, kemudian pupuk tersebut dijual dengan harga Rp150.000 per sak isi 50 Kg. Harga jual ini melebihi HET pupuk subsidi tahun 2024, Rp2.250 per Kg, atau Rp112.500 per sak.