Opini  

Menjaga Keberlanjutan Aksi

Oleh : Muhamad Kundarto

Tim Teknisi Proklim 2012-2024

Ibarat naik gunung, butuh semangat tinggi dan banyak dukungan agar bisa mencapai puncak. Namun setelah puncak diraih, tak ada jalan lain kecuali menuruni lereng menuju ke lembah. Capaian prestasi dalam berbagai aksi di kehidupan ini tak lepas dari fenomena di atas. Kali ini kita fokus mencermati kondisi mereka yang sudah mencapai puncak.

Tahapan “mencapai puncak” ini sekedar gambaran bagi pihak-pihak yang sudah meraih prestasi dan penghargaan. Rasa senang, bangga dan lebih semangat muncul dalam suasana itu. Namun berikutnya akan menjadi tantangan berat. Konon “membertahankan kemenangan” akan jauh lebih sulit dari upaya “meraih kemenangan”.

Bagaimana fenomena komunitas masyarakat dalam berbagai aksi proklim, pengelolaan sampah dan pelestarian lingkungan?

Suasananya tidak jauh berbeda dengan gambaran di atas. Menjaga keberlanjutan aksi adalah pekerjaan yang berat dan butuh ketabahan yang konsisten. Hingar bingar apresiasi atau penghargaan hanyalah sesaat, berikutnya akan masuk suasana untuk tetap menjaga keaktifan. Sejujurnya banyak yang tidak mampu melakukannya, karena dukungan sumberdaya di sekitarnya kurang memadai. Bahkan ada kondisi yang ternyata rapuh dari internal.

Keberlanjutan aksi sangat dipengaruhi oleh dukungan turbin ekonomi, baik berupa anggaran, kegiatan, maupun bentuk lainnya yang mampu meningkatkan pendapatan. Biasanya lokasi yang mempunyai ketokohan lokal yang kuat dan punya produk-program unggulan yang menarik minat skala regional-nasional, akan mampu mempertahankan keberlanjutan.

Ketokohan lokal akan terus memotivasi komunitas agar tetap semangat dan berusaha meningkatkan publikasi dan jejaring ke banyak pihak. Produk dan program juga akan menjadi daya tarik komunitas lain untuk datang membeli produk dan atau mengikuti program. Akumulasi semuanya bisa terlihat dari makin banyaknya kunjungan ke lokasi dan banyaknya undangan pada lokasi untuk mengisi kegiatan di tempat lain.

Ada juga banyak lokasi yang kembali menjadi sunyi senyap setelah perayaan pemberian apresiasi. Jika ditengok makin ke dalam, mungkin tidak ada ketokohan lokal yang kuat. Mungkin juga terjadi konflik perebutan “nama baik” dan atau UUD (ujung-ujungnya duit). Bisa juga pendamping dan pendukung tidak memberikan bantuan lagi. Dan banyak hal lainnya yang membuat demotivasi massal di lokasi.

Semoga tulisan ini bisa menjadi pengingat sekaligus pemantik agar semua lokasi kembali semangat dan tetap menjaga keberlanjutan aksi agar makin maju, berkembang dan mandiri secara ekonomi, sosial dan lingkungan. Tak ada salahnya untuk belajar dari lokasi terdekat yang lebih sukses. Tak ada salahnya pula untuk berbenah ke internal, mana saja yang perlu diperbaiki.

Sesungguhnya perjuangan itu membutuhkan pahlawan dan kebanyakan pahlawan siap berkalang tanah tanpa mendapatkan penghargaan. Maka sebaik-baik perjuangan adalah koneksi antara manusia dengan Sang Pencipta.