Lingkarjateng.com- Sebagian orang berpendapat, menghisap vape atau rokok elektrik bisa membantu seseorang berhenti merokok sekaligus menurunkan risiko terkena kanker paru.
“Selama berbentuk asap (atau uap pada vape) risikonya sama. Salah, menggunakan vape untuk berhenti merokok,” ujar dokter spesialis paru dari rumah sakit Persahabatan, Dr. Elisna Syahruddin di Jakarta.
Uap vape bahkan lebih kental dari rokok konvensional. Selain itu, sama halnya seperti rokok konvensional, asap (uap) vape bisa mengiritasi saluran napas.
“Asap vape lebih berat dari rokok konvensional. Lebih kental. Segala yang berbentuk asap dan dihisap itu sama (risikonya). Asap melukai saluran napas, asap mengandung karsinogen dan mengiritasi saluran napas,” kata Elisna.
Pilih Jenis Rokok Mild Bukan Jalan Tepat
Memilih jenis rokok “ringan atau mild” juga bukan jalan tepat mengurangi risiko terkena kanker paru. Elisna menyebut cara ini pembodohan publik. Dalam kesempatan itu, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr. dr. Agus Dwi Susanto mengungkapkan, bahan-bahan karsinogen penyebab kanker seperti nitrosamin, formaldehida, akrolein juga ditemukan dalam vape.
“Riset pada tikus-tikus yang terekspos vape itu hampir 70-80 persen timbul kanker parunya,” ungkap dia.
Bahan-bahan karsinogen yang dikonsumsi secara terus menerus akan mengubah sel normal menjadi tidak normal yang akhirnya menjadi kanker.
Pindah ke Vape Tidak Bisa Menghentikan Kebiasaan Merokok
Agus mengatakan, membutuhkan waktu beberapa tahun bahan tersebut bisa berdampak menjadi kanker.
“Jadi bukan memilih vape. Vape tidak bisa untuk berhenti merokok, malah tambah parah,” tutur dia.
Mengenai angka kejadian kanker paru, data di beberapa rumah sakit rujukan menunjukkan, merokok menjadi penyumbang terbesar yakni sekitar 80 persen.
“Empat persen karena polusi udara, 6,9 persen dari faktor lainnya sepeeti radon, suatu radiasi dari alam, sisanya karena faktor lainnya seperti infeksi kronik, genetik dan lainnya,” kata dia. (ant/one/lut)