Ragam  

Mengupas Sejarah Kelam Valentine

Lilin Valentine
Ilustrasi Valentine. ©Pixabay

Lingkarjateng.com – Hari Valentine dirayakan setiap tahunnya pada tanggal 14 Februari. Sejumlah orang memaknainya sebagai hari kasih sayang, lainnya menuding sebagai ‘peringatan yang sengaja diadakan’ untuk mendongkrak penjualan kartu, cokelat, bunga dan barang-barang lain yang dianggap mewakili ungkapan cinta.

Dikutip dari Liputan6.com, dari asa-usul namanya, Gereja Katolik mengakui ada tiga santo atau orang suci bernama Valentine atau Valentinus. Ketiga pria yang hidup di masa 200-an Masehi tewas mengenaskan.

Salah satu kisah menyebut, alkisah Kaisar Romawi Claudius II melarang para tentara muda menikah agar mereka tidak ‘melempem’ di medan tempur. Namun Uskup Valentine melanggar perintah itu. Dia menikahkan salah satu pasangan secara diam-diam. Ia dieksekusi mati saat sang penguasa mengetahui pernikahan rahasia itu.

Saat ia dipenjara, legenda menyebut bahwa pria asal Genoa itu lantas jatuh cinta dengan putri orang yang memenjarakan. Sebelum dieksekusi secara sadis, ia membuat surat cinta pada sang kekasih, yang ditutup dengan kata ‘Dari Valentine-mu’.

Valentine yang lain adalah seorang pemuka agama di Kekaisaran Romawi yang membantu orang-orang Kristen yang dianiaya pada masa pemerintahan Claudius II. Saat dipenjara, ia mengembalikan penglihatan seorang gadis yang buta. Keduanya kemudian jatuh cinta. Valentine yang itu dieksekusi penggal pada 14 Februari.

Yang ketiga adalah uskup dari Terni, yang juga disiksa dan diekselusi selama pemerintahan Claudius II, juga tanggal 14 Februari di tahun yang berbeda.

Lepas dari legenda, keterkaitan Santo Valentine dan cinta baru muncul lama kemudian. Dalam puisi Geoffrey Chaucer, penyair Inggris dan penulis buku terkenal, ‘The Canterbury Tales’. Demikian menurut Andy Kelly, seorang ahli bahasa Inggris dari University of California, Los Angeles, yang menulis buku ‘Chaucer dan Cult of St Valentine’.

Chaucer menulis sebuah puisi berjudul Parliament of Fowls (1382), untuk merayakan pertunangan Raja Richard II.

Dalam puisi itu, Hari Valentine dirayakan pada 3 Mei, bukan 14 Februari. “Itu adalah hari di mana semua burung memilih pasangannya dalam setahun,” kata Kelly. “Tak lama setelahnya, dalam satu generasi, orang-orang mengambil ide untuk merayakan Valentine sebagai hari kasih sayang.”

Valentine yang menjadi referensi Chaucer mungkin adalah Santo Valentine dari Genoa yang meninggal pada 3 Mei. Tetapi orang-orang pada saat itu tidak begitu akrab dengan sosok itu. Mereka lebih akrab dengan kisah Valentine dari Roma dan Terni yang dieksekusi pada 14 Februari, yang lantas dikaitkan dengan cinta.

Kisah Hari Valentine juga bisa ditelusuri dari era Romawi Kuno, terkait kepercayaan paganisme. Tiap tanggal 13-15 Februari, warga Romawi kuno merayakan Lupercalia. Upacara dimulai dengan pengorbanan dua ekor kambing jantan dan seekor anjing.

Kemudian, pria setengah telanjang berlarian di jalanan, mencambuk para gadis muda dengan tali yang terbuat dari kulit kambing yang baru dikorbankan. Walaupun mungkin terdengar seperti semacam ritual sesat sadomasokis, itu dilakukan orang-orang Romawi lakukan sampai tahun 496 Masehi sebagai ritus pemurnian dan kesuburan.

“Upacara diyakini bisa membuat perempuan lebih subur,” kata Noel Lenski, sejawaran dari University of Colorado, Boulder, seperti dimuat USA Today.

Puncak Lupercalia pada 15 Februari di kaki Bukit Palatine, di samping gua yang diyakini menjadi tempat serigala betina menyusui Romulus and Remus, pendiri Kota Roma dalam mitologi Romawi. Pada tahun 496, Paus Gelasius I melarang Lupercalia dan menyatakan 14 Februari sebagai Hari Santo Valentine.