Penyakit Demam tifoid (tifus) banyak terjadi di negara-negara berkembang yang dapat dialami oleh anak-anak ataupun dewasa. Berdasarkan data WHO tahun 2018 menyatakan penyakit demam tifoid di dunia mencapai 11-20 juta kasus per tahun yang mengakibatkan sekitar 128.000 – 161.000 kematian setiap tahunnya.
Demam tifoid adalah penyakit yang terjadi karena infeksi bakteri Salmonella typhi. Penyakit ini ditularkan melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi tinja atau urine yang terkontaminasi bakteri.
Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko seseorang terserang demam tifoid atau tifus antara lain sanitasi yang buruk, tidak membersihkan tangan sebelum makan, mengonsumsi sayuran yang menggunakan pupuk dari kotoran manusia yang terinfeksi, mengonsumsi produk susu atau olahannya yang telah terkontaminasi, menggunakan toilet yang sudah terkontaminasi bakteri, dan melakukan seks oral dengan mereka yang membawa bakteri Salmonella typhii.
Gejala demam tifoid umumnya mulai muncul pada 1-3 minggu setelah tubuh terinfeksi. Dengan ciri-ciri berupa demam tinggi, diare atau sembelit, sakit kepala, dan sakit perut. Kondisi ini dapat memburuk dalam beberapa minggu. Jika tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi komplikasi seperti perdarahan pada usus. Komplikasi akan membahayakan jika tidak segera ditangani dengan baik. Untuk menegakkan diagnosa demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan darah.
Pengobatan demam tifoid apabila kondisi ringan dapat secara rawat jalan tetapi apabila kondisi memberat perlu di rawat inapkan. Penderita demam tifoid memerlukan istirahat, makan makanan rendah serat serta pemberian antibiotik.
Tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah memperhatikan makanan dan minuman yang dikonsumsi. Selain itu, pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan vaksinasi. Vaksin tifoid diberikan kepada anak-anak maupun dewasa dimana vaksinasi diulang setiap tiga tahun. Imunisasi tifoid di Indonesia diberikan dalam bentuk suntik dan oral.