BANJARNEGARA – Waktu menunjukkan pukul 06.00 pagi saat Dedy Purwono memacu motor matic miliknya untuk berangkat mengajar. Ia membelah bukit dan menembus kabut menuju Kecamatan Pandanarum, Kabupaten Banjarnegara.
Pagi ini ia akan mengunjungi rumah salah satu siswanya di Dusun Penisihan, Desa Beji. Sudah sejak Bulan Juli 2020, dia melakukan kegiatan mengajar dengan metode kunjungan rumah.
Jarak yang ia tempuh dalam perjalanan ini sekitar 35 kilometer. Program infrastruktur yang dikebut pemerintah daerah setempat telah membuat kondisi jalan menjadi sangat baik, sehingga waktu tempuh juga menjadi makin cepat.
Dia membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk tiba di tujuan. Kendati demikian, karena lokasi rumah sedikit terjal, maka ia meninggalkan motornya di suatu tempat yang aman lalu dilanjutkan dengan berjalan kaki. Di rumah yang dituju itu sudah ada lima siswanya yang menunggu dengan penuh semangat. Mereka merupakan siswa-siswa kelas 5 dari SDN 2 Beji Pandanarum.
Sebelum kegiatan belajar dimulai, protokol kesehatan pencegahan Covid-19 sudah dipersiapkan dengan baik, jarak dan kapasitas minimal sudah diatur, cuci tangan sudah dilakukan, masker atau faceshield pemberian dari sekolah sudah dikenakan. Mereka akan melakukan kegiatan dengan durasi 60 hingga 90 menit.
Di tengah-tengah mereka telah tersaji makanan ringan khas wilayah setempat yang dipersiapkan oleh orang tua siswa. Salah satunya adalah ondol, makanan berbahan dasar singkong yang digoreng dengan bentuk bulat-bulat.
Lalu ada juga cucur dari tepung beras dan ada usek atau kerupuk yang dimasak di atas pasir panggang lalu diberi bumbu pedas. Selain itu, ada juga kopi panas dengan pemanis gula aren yang ikut disajikan.
“Banyak makanan tersaji, padahal sudah ada kesepakatan tidak boleh menyediakan makanan, namun tetap saja orang tua siswa selalu bersemangat menyambut dengan menyediakan camilan tradisional. Bahkan terkadang orang tua ikut terlihat bersemangat mengintip kegiatan belajar dari balik pintu dapur,” katanya.
Dia menjelaskan bahwa pada awal-awal pandemi Covid-19 pihak sekolah telah menerapkan metode pembelajaran jarak jauh melalui virtual atau daring. Namun setelah memperhatikan perkembangan kasus Covid-19 di wilayah setempat dan atas dasar pertimbangan bahwa beberapa wilayah perbukitan signal internetnya terkadang kurang optimal, maka metode kunjungan rumah mulai dilakukan.
Evaluasi terus dilakukan, penerapan protokol kesehatan pun selalu menjadi perhatian. Semuanya sudah dipersiapkan dengan sangat matang guna meminimalisir risiko penularan Covid-19.
“Sejak Bulan Juli metode pembelajaran daring mulai jarang dilakukan dan lebih banyak menggunakan metode kunjungan rumah karena signal di wilayah perbukitan terkadang kurang optimal dan masih ada siswa atau orang tua siswa yang tidak punya HP untuk mendukung belajar daring,” katanya.
Dia juga menjelaskan dalam satu hari setiap guru di sekolah itu melakukan kunjungan ke satu rumah, nantinya akan ada lima hingga enam siswa yang berasal dari dusun yang sama yang mengikuti pembelajaran. Dengan demikian setiap siswa akan mendapatkan giliran belajar sekitar satu pekan sekali.
Sejak awal siswa diingatkan untuk mengikuti protokol kesehatan, siswa yang sakit tidak diperkenankan mengikuti kegiatan belajar. Selain itu siswa atau orang tua siswa yang baru bepergian dari luar kota juga diminta melapor ke pihak sekolah.
Dia menambahkan kunjungan rumah dilakukan setiap hari Senin hingga Kamis secara bergiliran. Lalu setiap hari Jumat orang tua siswa akan diminta ke sekolah untuk mengambil lembar kerja mingguan sambil menyetorkan hasil pekerjaan siswa pada minggu sebelumnya.
“Hari Sabtu kami pergunakan untuk mengoreksi hasil pekerjaan siswa, dan pada hari Minggu kami pergunakan untuk rehat atau libur,” katanya.
Dia mengakui kadang ada rasa risau melintas saat harus melakukan metode pembelajaran dengan cara kunjungan rumah. Khawatir jika di lingkungan rumah tersebut ada penduduk yang baru kembali dari zona merah.
“Selain itu, pembelajaran kunjungan rumah juga menuntut kami untuk efektif melakukan manajemen waktu karena harus menyampaikan materi untuk satu minggu dalam durasi 1,5 jam saja, ditambah lagi kadang kurang leluasa karena orang tua siswa ikut memperhatikan dari dapur sehingga kadang membuat kikuk,” katanya.
Namun demikian, rasa tanggung jawab untuk tetap mengajar dan keinginan untuk menjaga nyala api semangat para siswanya yang ingin tetap menuntut ilmu selama pandemi membuat gelombang kekuatan di dalam dirinya terus terjaga.
Dia juga bersyukur karena selama melakukan metode kunjungan rumah selalu diberi kelancaran. Meskipun saat hujan datang dia harus lebih waspada mengingat jalan akan licin saat hujan, sementara rute perjalanan yang ditempuh kadang mengitari bukit.
“Bahkan saat berangkat pagi hari, jalanan masih berkabut dan jarak pandang hanya tiga hingga lima meter sehingga harus berhati-hati,” katanya. (ara/gih)