Kebijakan PPPK Dinilai Sebagai Outsourcing Pendidikan

Ketua PGRI Kota Semarang, Nur Khoiri, MT, M.Pd
Ketua PGRI Kota Semarang, Nur Khoiri, MT, M.Pd (NANANG/ JOGLO JATENG)

SEMARANG – Kebijakan pemerintah pusat tentang formasi perekrutan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2021 menuai kritik dari berbagai pihak, mulai dari anggota dewan, akademisi, sampai pihak guru itu sendiri. Di Kota Semarang, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) merespon kebijakan yang tidak memasukkan guru dalam formasi CPNS tersebut sebagai langkah buru-buru pemerintah dalam menjawab persoalan pendidikan di Indonesia.

Ketua PGRI Kota Semarang, Nur Khoiri, MT, M.Pd mengatakan bahwa kebijakan pemerintah soal CPNS 2021 bernuansa diskriminatif. Ia menilai bagaimana komitmen pemerintah terhadap pendidikan di Indonesia tergambar dari kebijakan pola rekrutmen guru.

“Kalau pola rekrutmen semua menggunakan PPPK, ini tanda bahwa pemerintah kurang serius dalam mengelola SDM dunia Pendidikan,” kata Dekan Fakultas MIPA Universitas PGRI Semarang itu, Rabu (6/1).

Ia menjelaskan, pada awalnya formasi PPPK itu merupakan masukan dari PGRI guna menjawab persoalan guru honorer diatas umur 35 tahun yang tak kunjung mendapatkan satus kepegawaiannya. Namun seiring berjalannya waktu ia melihat kebijakan PPPK itu dieksekusi tidak sesuai tujuan awalnya.

Khoiri menambahkan, kendala dari penerapan guru PPPK itu utamanya adalah penghasilan, jenjang karir, dan jaminan masa tua. Cakupan jenjang karir yang terbatas dan gaji yang harus menyesuaikan pendapatan pemerintah kabupaten/kota menjadikan kebijakan tersebut perlu untuk dipertimbangkan ulang.

“PPPK ibarat outsourcing. Jadi Negara ini seolah ingin meng-outsourcing-kan pendidikannya. Namanya outsourcing, jadi ya sewaktu-waktu bisa diputus kontraknya,” ujarnya.

Ia juga membantah jaminan kesejahteraan yang akan diterima oleh guru PPPK dengan formasi CPNS 2021 tersebut. Menurutnya, formasi itu menggambarkan bagaimana kesejahteraan guru tidak lagi jadi yang utama. Sehingga akan makin sedikit orang-orang berbakat yang berminat menjadi guru.

Nggak mungkin dengan model PPPK ini menghasilkan pendidikan yang bermutu. Yang ada putra-putri terbaik bangsa tidak akan berminat menjadi guru karena sudah terbayang tingkat kesejahteraan masa depannya seperti apa,” tandasnya. (cr2/fat)