SEMARANG, Joglo Jateng – Menjelang Natal dan tahun baru, harga beberapa komoditas sembako di Pasar Johar Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) terpantau melonjak. Harga cabai di pasar itu mengalami hingga 50 persen lebih.
Salah satu pedagang di Pasar Johar MAJT Semarang, Yamti mengatakan, kenaikan cabai rawit merah sangat tinggi. Kenaikan harga terjadi pada 2 bulan terakhir. “Harganya yang paling tinggi untuk sekarang itu cabai rawit merahnya, sudah sejak bulan November,” katanya saat ditemui, Rabu (22/12).
Ia menjelaskan, cabai rawit merah yang sebelumnya Rp 25 ribu per kilogram, kini menyentuh angka Rp 78 ribu. Sedangkan untuk cabai keriting merah dan rawit hijau Rp 25 ribu, cabai teropong merah masih biasa Rp 22 ribu per kilogram.
Menurutnya, kenaikan tersebut, dikarenakan musim penghujan. Sehingga hal itu membuat para petani kesulitan memanen cabai. “Naiknya itu tergantung dari petani ada panennya atau tidak di tengah musim penghujan seperti ini,” jelasnya.
Sementara, untuk pembelian di lapaknya, Yamti merasa masih stabil. “Kalau ada yang beli mau beli yah dibeli, kalau tidak ya tidakpapa masih normal untuk pembelian cabai,”ujarnya.
Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Tradisional Jateng, Suwanto menilai kenaikan harga bahan pokok akhir-akhir ini mengalami kenaikan sangat signifikan. Hal itu membuatnya kecewa dengan pemerintah yang tidak bisa meredam persoalan tersebut. Dia menyinggung soal minyak goring yang juga mengalami kenaikan cukup tinggi.
“Minyak goreng 2 sampai 3 bulan ini memang sangat tinggi, Indonesia itu produksi CPO atau kelapa sawit terbesar di dunia tapi harganya bisa sangat tinggi. Mestinya pemerintah bisa merendam kenaikan harga ini melalui dinas perdagangan,” katanya.
Menurut Suwanto, Indonesia ibarat itik berenang di air mati kehausan dan bagai ayam bertelur di lubung padi mati kelaparan. Suwanto berharap Pemerintah Indonesia tidak akan melakukan impor produk ketika musim panen datang.
“Kan aneh, karena Indonesia itu semua ada. Harapannya itu satu, pokoknya jangan sampai pemerintah menerima impor saat musim panen datang,” katanya.
Suwanto menambahkan, kenaikan pada bahan pokok lainnya seperti cabai dan bawang merah, bawah putih biasa terjadi apalagi saat memasuki momentum seperti Natal, tahun baru atau lebaran. Selain itu faktor cuaca juga mempengaruhi panen para petani pada bulan ini.
“Harga cabai itu secara fisiologis memang kalau Natal, tahun baru atau lebaran naik. Tapi kalau momentum itu udah selesai ya udah kembali lagi harganya seperti semula dan kenaikan ini juga dipengaruhi sama cuaca,” paparnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengembangan Perdagangan dan Stabilitas Dinas Perdagangan Kota Semarang Sugeng Dilianto menyampaikan, untuk kenaikan harga cabai memang seperti momentum yang terjadi setiap tahun. Menurutnya, hal itu karena faktor cuaca yang tidak menentu dan mengakibatkan para petani gagal panen.
“Kalau harga cabai itu kalau kita amati setiap tahun setiap musim hujan mulai dari November sampai pertengahan April itu harga cabai pasti melonjak tinggi. Faktornya karena pengaruh cuaca yang ekstrim dan curah hujan tinggi yang menyebabkan petani gagal panen. Bukan karena dari jalur distribusinya tapi dari hasil panennya,” jelasnya.
Sementara untuk minyak, Sugeng menjelaskan, harga minyak sudah diupayakan dan sedang dalam tahap koordinasi antara Disperindag Provinsi Jateng dan Kementerian Perdagangan.
“Kalau minyak goreng kita tidak bisa menahan harga minyak sawit secara global, upaya kita sedang berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan dan Disperindag Provinsi. Kita juga mengupayakan untuk melakukan operasi pasar. Tapi waktu dan teknis distribusinya masih dalam tahap koordinasi antara Disperindag Provinsi dan Kementerian Perdagangan. Masih kita upayakan,” paparnya.
Menurutnya, Dinas perdagangan Kota Semarang akan selalu melakukan monitoring dengan pedagang agar tidak terjadi kelangkaan bahan pokok. Apalagi, disebabkan oleh penimbunan yang mungkin akan dilakukan oleh pedagang.
“Kami berharap dan mengingatkan kepada seluruh pedagang agar tidak menimbun bahan kebutuhan pokok sehingga mengakibatkan barang tersebut langka, karna itu akan ada ancaman pidanan akan dijerat undang-undang pangan,” katanya. (cr3/gih)