Masih Ada Kesenjangan Gender dalam Dimensi Ekonomi

SUARAKAN: Aktivis yang tergabung dalam kesatuan perjuangan rakyat melakukan aksi damai memperingati Hari Perempuan Internasional di Bundaran UGM, Sleman, beberapa waktu lalu. (ANTARA/JOGLO JATENG)

JAKARTA, Joglo Jateng – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat masih ada kesenjangan gender dalam dimensi ekonomi. Di mana status perempuan masih lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki.

Asdep Peningkatan Partisipasi Lembaga Profesi dan Dunia Usaha Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian PPPA, Eko Novi Ariyanti mengatakan, tingkat pengeluaran per kapita perempuan masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Begitu pun dengan tingkat angkatan kerja.

“Data BPS tahun 2018, perempuan pengeluarannya hanya Rp 9,04 juta per tahun. Sedangkan laki-laki Rp 15,55 juta per tahun,” terangnya dalam webinar tentang Peran Perempuan dalam Memajukan Koperasi dan UMKM, Rabu (22/12).

Sementara tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan jauh lebih rendah. Bahkan mengalami penurunan sebesar 0,94 persen. Dari Februari 2019 sebesar 55,50 persen menjadi 54,56 persen pada Februari 2020.

Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) menunjukkan bahwa partisipasi perempuan semakin mengecil pada skala usaha yang lebih besar. Dalam usaha mikro,  partisipasi perempuan sebesar 30,46 persen. Sedangkan, pada usaha kecil 35,13 persen dan pada usaha menengah 21,88 persen.

“Pelaku usaha perempuan menurun di skala usaha yang lebih besar. Makin ke atas, makin sedikit mereka yang bergerak di usaha tersebut,” ujarnya.

Selain di sisi usaha, distribusi perempuan dalam pembangunan juga dinilai belum optimal. Sebagai contoh dalam angkatan kerja, dari setiap tiga laki-laki yang bekerja terdapat dua perempuan yang bekerja. Kondisi ini tidak berubah semenjak 10 tahun terakhir.

Tak hanya itu, lanjut Novi, keterlibatan perempuan di ruang publik juga masih rendah. Masih jauh di bawah batas afirmasi keterwakilan 30 persen. Pihaknya juga menyoroti masih tingginya angka kekerasan terhadap perempuan. Serta perempuan yang bekerja sebagai tenaga profesional masih di bawah 50 persen. (ara/ern)