AMBON, Joglo Jateng – Hasil riset Pusat Penelitian Laut Dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan pusaran laut Banda berpengaruh besar terhadap induksi upwelling dan downwelling. Selain itu, juga mempengaruhi proses penyerapan nutrisi dan klorofil-a perairan di sekitarnya.
“Selain dipengaruhi oleh Arus lintas Indonesia (Arlindo), Laut Banda juga dipengaruhi oleh pusaran yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan massa air, termasuk perairan di sekitarnya,” kata Peneliti dari Pusat Penelitian Laut Dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Fadli, Kamis (23/12).
Ia mengatakan, riset terkait pusaran Banda dan hubungannya dengan klorofil-a selama musim tenggara, menunjukkan dua pusaran searah jarum jam terjadi di utara Laut Banda. Di samping itu juga tiga pusaran berlawanan arah jarum jam di bagian selatan. Riset tersebut dilakukan pada periode normal dan El Nino–Osilasi Selatan (ENSO) antara tahun 2008-2010.
Pusaran searah jarum jam ditemukan di kedalaman 20 meter menginduksi upwelling di perairan selatan Pulau Buru, Ambon, Haruku, Saparua dan Nusalaut. Sedangkan pusaran berlawanan arah jarum jam di selatan Laut Banda menghasilkan downwelling di perairan utara Pulau Wetar dan Yamdena.
Riset pada 2020 menggunakan permodelan sirkulasi laut proyek Infrastructure Development of Space Oceanography (INDESO) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu, juga menunjukkan upwelling. Yakni fenomena air laut yang lebih dingin dan bermassa jenis lebih besar bergerak dari dasar laut ke permukaan meningkatkan konsentrasi klorofil-a.
Sebaliknya, downwelling atau fenomena air laut dengan suhu lebih hangat bergerak ke dasar laut, menurunkan konsentrasi klorifil-a yang merupakan pigmen fotosintesis penting bagi organisme di perairan. Dinamika Laut Banda dipengaruhi oleh pusaran yang berperan dalam percampuran massa air dan terhadap penyerapan nutrisi dari permukaan air. Dalam penelitian ini, lima pusaran di Laut Banda ditemukan selama Juni, Juli dan Agustus.
Dikatakannya lagi, Laut Banda dikategorikan sebagai laut besar dan dalam. Kedalamannya rata-rata lebih dari 3.000 meter yang merupakan Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia (WPP 714). Posisi ini terkenal dengan perikanan Tuna dan berpotensi menjadi lumbung ikan nasional Indonesia.
Perairan tersebut dipengaruhi oleh Arlindo dari bagian utara dan selatan Samudra Pasifik dan angin monsun barat laut dan barat daya. Selain itu, juga ENSO atau variasi angin dan suhu permukaan laut di wilayah tropis belahan timur Samudra Pasifik yang ireguler dan berkala, dan pusaran laut.
“Pusaran Banda pada periode Monsun Tenggara berperan penting dalam menjaga keseimbangan massa air di Laut Banda. Juga memiliki pengaruh kuat terhadap penyerapan nutrisi dari permukaan air,” kata Fadli. (ara/gih)