Kudus  

Daerah tidak Bisa Ubah Aturan ODOL

SUARAKAN: Perwakilan paguyuban sopir Kudus Anggid Putra Iswandharu, saat menyampaikan aspirasinya di Gedung DPRD Kudus, Selasa (22/2). (MUHAMMAD ABDUL MUTTHOLIB / JOGLO JATENG)

KUDUS, Joglo Jateng – Paguyuban sopir truk Kabupaten Kudus gelar aksi damai penolakan kebijakan pemerintah, terkait larangan truk over dimension over loading (ODOL) di halaman DPRD Kudus, Selasa (22/2). Dalam aksi tersebut, sepuluh perwakilan truk diberi kesempatan memasuki Gedung DPRD untuk menyampaikan aspirasinya secara langsung.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kudus Catur Sulistyanto menjelaskan, pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk menentukan aturan sendiri yang notabene bertentangan dengan pusat. Hal itu dikarenakan, aturan itu berlaku untuk skala nasional.

“Kemarin sudah kami konsultasikan dengan Dirjen Perhubungan Darat terkait aturan ODOL ini. Dari hasil pertemuan itu, bagi truk yang melebihi dimensi memang diwajibkan untuk dipotong sesuai standar yang berlaku. Baru setelah itu diajukan uji KIR untuk perubahan tipe,” paparnya.

Sementara itu, Bupati Kudus HM Hartopo menerangkan, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Perhubungan terkait permasalahan ODOL. Namun demikian, pemerintah kabupaten tidak memiliki wewenang untuk mengubah aturan dari pusat. Akan tetapi, pihaknya akan berusaha memfasilitasi aspirasi masyarakat untuk disampaikan langsung ke Kementerian Perhubungan.

“Meski Kudus bisa mengeluarkan KIR, tapi kalau nanti ternyata ditangkap di daerah lain, tentunya Kudus juga yang akan terkena imbasnya. Bisa terkena wanprestasi nanti. Oleh sebab itu, aspirasi dari teman-teman sopir akan kami salurkan ke Pemerintah Pusat bersama Ketua DPRD,” pungkasnya.

Sementara itu, wakil paguyuban sopir Kudus Anggid Putra Iswandharu mengatakan, pihaknya meminta agar kebijakan terkait larangan ODOL dikaji kembali. Sebab, kebijakan tersebut dinilai dapat merugikan sebagian besar sopir truk.

“Apabila kami tetap mengikuti aturan tersebut, ada beberapa konsekuensi yang harus kami terima. Jadi kami mohon untuk dikaji ulang, karena kebijakan tersebut dapat merugikan banyak pihak,” ujarnya. (abd/fat)