SEMARANG, Joglo Jateng – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada melalui mekanisme hibah tahun ini memberikan insentif kepada pengajar agama sebesar Rp 281 miliar. Masing-masing pengajar akan mendapatkan Rp1.200.000 per orang.
Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Jawa Tengah Imam Maskur mengatakan, pencairan insentif guru mengaji tahap pertama itu pada April saat Ramadan menjelang Lebaran 2022. Selain guru mengaji, Pemprov Jateng juga memberikan insentif pengajar sekolah Minggu (Kristen/Katolik), Pasraman (Hindu), dan Vijjalaya (Budha).
“Total ada 211.455 pengajar agama yang diberi stimulus karena telah sukarela mengamalkan ilmu untuk membentuk karakter siswa,” katanya, Minggu (3/4).
Dalam satu tahun, para penerima insentif guru agama akan memperoleh masing-masing Rp 1.200.000. “Meski nominalnya tidak besar, namun hal ini adalah bentuk perhatian Pemprov Jateng kepada rakyatnya,” ujarnya.
Adapun, total anggaran yang diberikan untuk para penerima berjumlah Rp 253.746.000.000. Sedangkan total realisasi dari tahun 2019-2021 mencapai Rp 712.849.200.000.
“Kebijakan dari pak gubernur dan pak wagub, semua pengajar agama dikasih, tidak menghitung mereka mengajar berapa orang. Biarpun hanya sepuluh yang diajar, mereka tetap diberi insentif Rp 1,2 juta per tahun,” katanya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta para pengajar agama terus menumbuhkan solidaritas di berbagai kalangan masyarakat. Hal itu guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
“Guru agama, penyuluh agama, itu menjadi sangat penting untuk melakukan moderasi beragama, sekaligus membikin rukun dan guyub masyarakat,” katanya.
Ia menyampaikan, insentif untuk pengajar agama itu melalui mekanisme hibah oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2022, dengan nilai total sebesar Rp281 miliar. Menurutnya, pencairan insentif bagi pengajar agama ini dapat memotivasi yang bersangkutan untuk berpikir lebih luas dalam konteks agama.
Ganjar menyebut berbagai inovasi dan terobosan dari para pengajar agama diperlukan untuk membangun situasi yang kondusif dalam jangka panjang. “Kontennya bisa macam-macam, oh bagaimana sekolah itu moderat, bagaimana di sekolah itu tidak ada perundungan,” ujarnya. (ara/gih)