PGRI Prihatin Target Kuota 1 Juta Guru Meleset

Ketua Umum PGRI Prof Unifah Rosyidi. (DICKRI TIFANI BADI/ JOGLO JATENG)

SEMARANG, Joglo Jateng – Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Prof Unifah Rosyidi menyampaikan keprihatinnya terkait kuota lowongan untuk 1 juta guru melalui seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tidak tercapai. Menurutnya, pemerintah masih belum memenuhi target kebutuhan guru di Indonesia.

Hal tersebut dikatakannya saat menghadiri halal bi halal PGRI Jawa Tengah di Balairung Universitas PGRI Semarang (UPGRIS), belum lama ini. Menurutnya, data yang diterima baru sekitar 60 persen yang diangkat menjadi PPPK.

“Sangat memprihatikan, ngomongnya rekrutmen 1 juta. Nyatanya dari 173 yang lulus hanya 60 persen yang dapat diangkat. Namun sebagian besar Jawa Tengah sudah diangkat, tapi tempat lain banyak yang belum. Terus, ada 193 yang lulus memenuhi passing grade yang enggak ditempatkan. Jadi ini sangat menyedihkan di dunia pendidikan, bukan sekadar PGRI saja tapi dunia pendidikan dalam jangka panjang sangat berbahaya,” ujar Unifah saat ditemui di lokasi.

Ia mengatakan, saat ini dunia pendidikan sedang berhadapan dengan kualitas yang jelek. Maka, ia menyarankan agar kuota 1 juta guru honorer segera diselesaikan.

Tahun ini, Unifah menuturkan, organisasinya memiliki garis merah permasalahan yang harus segera selesaikan. Yaitu guru honorer dan guru yang sudah lulus program PLPG, namun tidak ada kejelasannya.

“Karena UU guru dan dosen, jumlah guru, kualifikasi, kompetensi dan persebaran itu tanggung jawab pemerintah daerah. Itu kebutuhan, jika enggak dipenuhi akan menganggu pada kualitas,” ungkapnya.

Tak hanya itu saja, ia bersama organisasinya juga menyoroti persoalan guru PPPK tanpa adanya PNS. Bagi Unifah, hal itu kurang tepat lantaran akan mematikan potensi anak muda yang ingin tumbuh kembang.

“Jadi kita, kalau gini sering membandingkan dengan Finland, negara kota yang ibaratnya sistemnya sangat matang dan memberikan kesempatan pada anak-anak terbaik untuk menjadi guru. Dengan jenjang karir dan kesejahteraan yang bagus. Lalu kita PPPK saja, juga kaya gini prosesnya sangat sulit membuat anak-anak berstigma ngapain saya sekolah di pendidikan,” katanya.

Sementara itu, Ketua PGRI Jawa Tengah Muhdi mengajak organisasinya agar terus menjaga solidaritas dan soliditas organisasi. Hal itu dalam rangka  bersama-sama untuk memperjuangkan nasib guru dan membangun pendidikan yang berkualitas.

“Apa yang disampaikan oleh  Bu Ketum memang betul, kita fokus untuk bagaimana pemerintah mampu memenuhi janji merekrut 1 juta guru.  Dan ingat bahwa PGRI waktu itu menerima PPPK yang sifatnya sementara bukan seterusnya sebagai solusi untuk guru honorer berusia di atas 35 tahun,” jelasnya.

Ia berharap, pemerintah tidak hanya obral janji saja melainkan bisa menjadi program yang fakta terkait kuota 1 juta honorer itu. “Untuk mengejar jumlah oke, yang belum kita tetap terima PPPK. Kementerian sudah berjanji tetap akan merekrut ASN. Saya harap, tidak menjadi janji. Tetapi, menjadi fakta,” ujarnya. (dik/gih)