KUDUS, Joglo Jateng – Sebagai upaya persiapan perubahan status dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) menuju Universitas Islam Negeri (UIN), IAIN Kudus menggandeng Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah (Jateng). Untuk itu, IAIN Kudus menyelenggarakan seminar yang dihelat oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM).
Rektor IAIN Kudus Prof. Abdurrahman Kasdi mengatakan, perjalanan transformasi dari IAIN ke UIN tidaklah mudah. Sehingga, perlu bantuan dari barisan NU supaya menguatkannya.
“Posisi RMI sangat penting dan sentral di wilayah Jateng, utamanya dalam pengembangan pendidikan madrasah. Oleh karena itu, IAIN membutuhkan partner. Tidak hanya itu, untuk menopang keberhasilan terealisasinya UIN Kudus, perlu stakeholder dan kerjasama dengan pihak RMI,” papar Abdurrahman saat ditemui Joglo Jateng, Rabu (3/8).
Sementara itu, Kepala LPPM IAIN Kudus, Shobirin mengatakan, antara IAIN dan RMI berada dalam lanskap yang sama, yakni agama. Senada juga dengan LPPM, RMI memiliki unsur sisi pengabdian pada masyarakat.
“Sebagai organisasi masyarakat terbesar di Indonesia, RMI memiliki tanggung jawab perihal pengabdian pada masyarakat. Sehingga bisa dikoneksikan dengan IAIN. Melalui kerjasama dan MoU semakin bisa diandalkan dalam peningkatan pengajaran maupun kemitraan,” kata dia.

Di tengah perhelatan seminar yang bertemakan ‘Revitalisasi Kemandirian Pesantren untuk Peradaban Dunia’, Shobirin berujar, kemandirian pesantren telah muncul sejak awal pesantren itu berdiri.
“Dilihat dari sisi sejarah, pondok pesantren (ponpes) berdiri sudah mandiri. Kiai rata-rata punya inisiatif dalam membangun pesantren, ditambah kolaborasi dengan masyarakat setempat. Mereka ngaji bersama sambil membesarkan ponpes hingga berkembang pesat,” ucapnya.
Dalam seminar tersebut, IAIN Kudus juga mengundang KH. Bisri Adib Hattani dari Ponpes Raudlatuth Tholibin Rembang dan Sholahuddin Aly, Ketua PW GP Ansor Jateng.
Sementara itu, untuk mendulang kemandirian pesantren, menurut KH. Bisri Adib Hattani, civitas akademik dan pesantren harus mampu melakukan manajemen khidmat maupun pengelolaan keuangan dengan baik.
“Nantinya diajarkan oleh RMI bagaimana mengorganisir khidmat pesantren terhadap masyarakat sekitar. Termasuk dalam hal ini adalah manajemen di segi penguatan ekonomi. Karena RMI sebagai payung pesantren-pesantren,” tuturnya. (cr2/gih)