SEMARANG, Joglo Jateng – DPRD Provinsi Jawa Tengah menerima audiensi warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo di gedung DPRD Jateng, Senin (8/8). Dalam kesempatan tersebut, DPRD berharap adanya kajian imiah tertulis dari kedua belah pihak, antara Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) dan Desa Wadas beserta pendamping. Pasalnya, terdapat perbedaan data yang ditunjukkan dari kedua pihak.
Turut hadir dalam audiensi perwakilan BBWS dan Dinas Lingkuhan Hidup dan Kehutanan Jawa Tengah. Audiensi diwarnai dengan suasana tegang akibat adanya perbedaan data yang disajikan oleh BBWS dengan kondisi nyata di lapangan.
Marsono, warga Desa Wadas menyampaikan keluh kesahnya terkait dampak pembangunan Bendungan Bener dan pertambangan batuan andesit yang direncanakan di Desa Wadas.
“Kalau diobrak-abrik nasib Desa Wadas bagaimana. Saya mohon coba mendengar, mendekat di Desa Wadas itu bagaimana, kayak gimana sih Wadas sebenarnya bagaimana, rumah-rumah di lereng bukit bagaimana. Warga mendukung pembangunan bendungan, tapi menolak pertambangan,” katanya.
Menanggapi pernyataan tersebut, BBWS memberikan penjelasan mengenai peta perencanaan pembangunan pertambangan andesit di Desa Wadas. Pada data yang disajikan BBWS, dijelaskan bahwa di dalam lahan quarry seluas 114 ha, hanya terdapat 1 mata air, yakni mata air Jumbleng.
Disisi lain, berbeda dengan data yang disampaikan BBWS, Siswanto, warga Desa Wadas menyampaikan bahwa jumlah mata air di lahan Quarry lebih dari satu.
“Kalau tentang mata air itu yang dijelaskan bohong ya, sebagaimana yang kita tahu tadi yang dijelaskan juga, jadi sekitar situ isinya pemukiman semua. Banyak mata air yang ada di situ tapi tadi BBWS menyampaikan cuma satu gitu lho,” ujarnya.
Sebelumnya, Siswanto bersama tim pendamping Desa Wadas (LBH Yogyakarta, LBH FH UII, dan WALHI Yogyakarta) telah melakukan survei jumlah mata air menggunakan metode kearifan lokal warga sekitar. Sayangnya, hasil survei tersebut tidak dibawa saat audiensi berlangsung.
“Jumlahnya 27-28, dan itu nyata boleh dicek ke Wadas. Mata airnya masih ngalir, masih dimanfaatkan oleh warga, termasuk saya juga,” ujarnya.
Merespon perbedaan data milik BBWS dengan pernyataan warga, Beni Karnadi, Anggota Komisi D DPRD Jateng, meminta warga Desa Wadas beserta pendamping untuk menyusun kajian ilmiah sercara tertulis sebagai data pembanding.
“Karena ada perbedaan tadi antara data yang diusung oleh pemerintah, dari BBWS maupun AMDAL dengan fakta yang menurut warga itu tidak sesuai. Ini hal-hal seperti inilah yang harus disinkronkan. Kami juga mau menyampaikan juga kepada pendampingnya untuk segera melengkapi data-data. Kami kalau tanpa data juga kesulitan,” terangnya.
Adapun tuntutan warga Desa Wadas kepada pemerintah yakni segera memberikan jaminan hidup kepada warga terdampak pembangunan. Lebih baik lagi, apabila pemerintah menggunakan alternatif lain untuk tidak melanjutkan pembangunan pertambangan di Desa Wadas. (luk/gih)