Bansos akan Digenjot Lagi

SAPA: Presiden Joko Widodo menyerahkan bantuan modal kerja (BMK) dan bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng kepada peserta Program Keluarga Harapan (PKH) di Pasar Sungai Duri, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, Selasa (9/8). (ANTARA/JOGLO JATENG)

JAKARTA, Joglo Jateng – Pemerintah berencana akan menggenjot lagi bantuan sosial (bansos). Karena itu, Presiden Joko Widodo menyatakan, pihaknya akan menghitung lagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menambah pemberian bansos tersebut.

“Nanti kalau APBN-nya ada uang lebih, nanti akan kami, insya Allah akan kami tambahkan,” kata Jokowi.

Ia mengatakan hal itu saat menyerahkan bantuan modal kerja (BMK) dan bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng kepada peserta Program Keluarga Harapan (PKH) di Pasar Sungai Duri, Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat, Selasa (9/8).

Saat memberikan bantuan, Jokowi berpesan agar masyarakat memanfaatkan BMK senilai Rp1,2 juta sebagai tambahan modal kerja atau modal usaha. Bantuan tersebut juga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang produktif.

“Jangan ya, jangan dibelikan handphone. Kalau bisa, dipakai untuk tambahan modal kerja, modal usaha. Kalau enggak, ya dipakai untuk kebutuhan-kebutuhan yang produktif. Jangan dipakai untuk beli pulsa,” ucapnya.

Sementara itu, terkait BLT, Jokowi menyarankan agar uang bantuan tersebut digunakan untuk membeli sembako. “Ibu-ibu, ini ya, yang Rp 300 ribu silakan untuk pembelian sembako dan minyak goreng ya; namanya untuk bantuan sosial,” ujar Jokowi.

Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengatakan, kebijakan subsidi dan bantuan sosial, serta pengekangan suku bunga acuan cukup efektif. Yakni dalam mengendalikan inflasi domestik, menjaga daya beli masyarakat, dan menjaga kondisi dunia usaha tetap kondusif.

“Dari dorongan berbagai kebijakan tersebut, perekonomian Indonesia berhasil tumbuh 5,44 persen pada triwulan II-2022,” ujar Margo dalam Pengumuman Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II 2022, Jumat (5/8).

Ia pun menilai pemerintah sangat jeli melakukan kebijakan dalam menghadapi tekanan global. Di sisi penerimaan negara, pemerintah memiliki pendapatan tak terduga atau windfall dari kenaikan harga komoditas dunia.

Dengan penerimaan yang baik tersebut, pemerintah melakukan kebijakan subsidi energi untuk menahan kenaikan harga komoditas dan meredam inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) domestik yang naik 4,94 persen pada Juli 2022. Namun, inflasi inti tercatat masih moderat di level 2,86 persen pada bulan lalu, yang menggambarkan daya beli masih terjaga.

“Jadi fiskal masih memberikan subsidi dan bansos yang meningkatkan daya beli masyarakat,” tuturnya.

Sementara dari kebijakan moneter, Margo menyebutkan Indonesia tak mengikuti negara lain seperti Amerika Serikat yang menaikkan suku bunga acuan. Sehingga Bank Indonesia masih menahan bunga kebijakan sebesar 3,5 persen. Hal itu yang memberi situasi kondusif bagi pelaku usaha sehingga seluruh aktivitas ekonomi masih berjalan dengan baik.

Dengan demikian jika seluruh kebijakan fiskal tersebut diubah atau terdapat kenaikan suku bunga acuan, tentunya akan ada perubahan di dalam kondisi perekonomian. Tetapi, dirinya tak bisa memperkirakan lebih lanjut karena BPS hanya mencatat apa yang sudah terjadi di dalam ekonomi domestik.

“Tapi bisa dipastikan jika subsidi energi dicabut akan terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang pasti berdampak ke seluruh sektor, jadi ini perlu diperhatikan,” tegasnya. (ara/gih)