Oleh: Dwi Setiyo Rini
Guru Kelas SD Negeri 1 Karanganyar, Kabupaten Grobogan
KELILING dan luas lingkaran merupakan salah satu materi dari muatan pelajaran Matematika di kelas VI. Matematika dirancang untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut dibutuhkan peserta didik dalam memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Matematika merupakan salah satu muatan pelajaran yang kurang menarik bagi peserta didik. Hal ini menyebabkan rendahnya motivasi peserta didik untuk mempelajari matematika, salah satunya ketika kelas VI di SD Negeri 1 Karanganyar Kabupaten Grobogan mengalami kesulitan dalam memahami materi keliling dan luas lingkaran. Melihat kondisi tersebut, guru berfikir selanjutnya membutuhkan model pembelajaran yang tepat untuk membantu peserta didik mudah memahami materi keliling dan luas lingkaran. Maka untuk memecahkan masalah tersebut guru akhirnya menerapkan model CTL.
Model CTL merupakan singkatan dari model Contextual Teaching and Learning. Ngalimun (2014: 62) menjelaskan, bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diartikan sebagai suatu konsep pembelajaran yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata, dan memotivasi peserta didik dalam membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya pada kehidupan nyata.
Menurut Trianto (2009: 27) dan Julianto, dkk (2011:77), secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas agar pembelajaran itu dapat terlaksana adalah sebagai berikut: Kembangkan pemikiran bahwa peserta didik akan belajar dengan lebih bermakna secara sendirinya, serta mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru mereka. Laksanakan sejauh mungkin inkuiri untuk semua tema/topik. Kembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok). Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. Lakukan refleksi diakhir pertemuan. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Menurut Kadir (2013) ada beberapa tujuan dari model pembelajaran CTL, yaitu: Memotivasi peserta didik untuk memahami subjek yang mereka pelajari dengan menghubungkannya ke dalam situasi kehidupan nyata, sehingga mereka pun mempunyai pengetahuan/keterampilan dalam merefleksi apa yang telah didapatkannya untuk diaplikasikan ke permasalahan-permasalahan lainnya. Menjelaskan kepada peserta didik bahwa belajar bukan hanya sekedar menghafal materi, melainkan juga harus dipahami. Mengembangkan minat dan menambah pengalaman belajar para peserta didik. Melatih peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skills) dan memanipulasi pengetahuannya untuk menemukan dan menciptakan hal-hal yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain. Menjadikan pembelajaran yang produktif dan bermakna.
Adapun kelebihan model pembelajaran ini adalah: Suasana belajar akan lebih menyenangkan; Peserta didik lebih peka terhadap lingkungannya; Peserta didik akan lebih percaya diri dalam mengungkapkan apa yang mereka alami, dan apa yang mereka lihat dalam kehidupan nyata; Peserta didik menjadi lebih siap untuk menghadapi masalah-masalah yang biasa muncul dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan kelemahan model pembelajaran CTL, antara lain: Guru harus lebih menguasai prosedur ilmiah; Waktu yang digunakan kurang efisien, sebab membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengaitkan tema dengan materi; Seringkali guru mendapat kesulitan dalam menciptakan kelas yang kondusif, terutama saat pembelajaran dilakukan di luar kelas, peserta didik akan sulit daitur; Membutuhkan pengawasan ekstra karna pada umumnya peserta didik memiliki keingintahuan yang sangat besar.
Melalui penerapan model CTL di kelas VI, SD Negeri 1 Karanganyar Kabupaten Grobogan pada muatan pelajaran Matematika, materi keliling dan luas lingkaran terbukti dapat meningkatkan pemahaman peserta didik secara signifikan. Peserta didik termotivasi selama pembelajaran karena mereka terlibat untuk proses memahami bukan sekadar menghafal rumus. (*)