Oleh: Auliya Nur Fatma, S.Pd.
Guru Matematika SMA N 1 Demak, Kabupaten Demak
MATEMATIKA merupakan ilmu umum yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia. National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) menyatakan kebutuhan akan aplikasi dan pemahaman matematika dalam dunia kerja atau kehidupan sehari-hari telah menjadi sesuatu yang besar dan akan secara terus-menerus meningkat. NCTM menetapkan bahwa siswa harus memiliki lima kemampuan utama dalam matematika, yaitu kemampuan pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, penelusuran pola atau hubungan, dan representasi untuk mencapai standar isi.
NCTM menetapkan bahwa pemecahan masalah sebagai suatu tujuan dan pendekatan. Memecahkan masalah memiliki arti menjawab suatu pertanyaan, di mana untuk mencari solusi dari pertanyaan tersebut. Untuk menemukan suatu solusi, siswa harus mengingat hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya dan melalui proses, di mana mereka akan mengembangkan pemahaman-pemahaman matematika yang baru. Selain itu, pentingnya pemecahan masalah merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika, sehingga tidak boleh lepas dari pembelajaran matematika.
Fakta di lapangan, kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih lemah. Salah satu ukuran dalam melihat kemampuan pemecahan masalah matematik adalah hasil tes PISA. Artinya, PISA menilai sejauh mana siswa berusia 15 tahun dapat mengani matematika dengan mahir ketika dihadapkan dengan situasi dan masalah yang sebagian besar disajikan dalam konteks dunia nyata. Salah satu aspek kunci yang dinilai dalam PISA adalah kemampuan pemecahan masalah karena itu adalah salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dinilai dalam PISA.
Berdasarkan hasil observasi di SMA Negeri 1 Demak, hasil tes awal kemampuan pemecahan masalah matematis berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah matematis yang akan peneliti gunakan adalah: (1) mengidentifikasi unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan; (2) merumuskan masalah matematik atau menyusun model matematik; (3) menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau luar matematika. Missouri Mathematics Project (MMP) merupakan suatu program yang dirancang untuk membantu guru secara efektif memberikan latihan-latihan kepada siswa, agar guru mampu membuat siswa mendapat perolehan yang menonjol dalam prestasinya.
Penggunaan model pembelajaran MMP merupakan satu dari banyak model pembelajaran yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami konsep, dan memecahkan masalah-masalah matematika. Perangkat pembelajaran yang terdiri dari silabus, RPP, dan LKPD. Instrumen pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah instrumen tes dan instrumen non-tes. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui teknik tes. Tes sebelum diberikan perlakuan disebut pre test sedangkan post test dilakukan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah perlakuan.
Kelebihan atau keunggulan yang dimiliki dalam menerapkan model pembelajaran MMP sebagai berikut: (1) pembelajaran dilakukan dengan melibatkan proyek sebagai penunjang dalam menjelaskan materi pelajaran; (2) siswa diarahkan untuk menganalisis proyek visual yang ada untuk membantu memahami materi yang dipelajari; (3) siswa bekerja sama dengan anggota kelompok yang telah dibentuk oleh guru dalam mengerjakan LKPD. Pemberian proyek visual dalam penerapan model pembelajaran MMP dapat membantu siswa melakukan analisis dalam memahami masalah, sehingga siswa terbiasa menyelesaikan suatu permasalahan dengan beralasan. Selain itu, gambar-gambar yang diberikan juga dapat digunakan oleh siswa untuk lebih memahami permasalahan yang ada untuk mengomunikasikan gagasan yang ada.
Dalam pembelajaran dengan model pembelajaran MMP ini siswa diminta untuk lebih aktif. Sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran MMP maka siswa diarahkan untuk review, pengembangan, latihan terkontrol, seatwork, dan pemberian tugas. Langkah-langkah ini melatih siswa untuk berinteraksi dengan media-media visual yang digunakan oleh guru. Siswa tidak hanya sebagai penonton, tetapi sebagai pelaku dan penentu dalam pembelajaran ini. (*)