Oleh: ALB Winarni, S.Pd.SD
Guru SDN 1 Gedong, Kec. Patean, Kab. Kendal
SEKOLAH Dasar (SD) merupakan pendidikan dasar pertama yang wajib dilakukan setiap orang. Pada jenjang Sekolah Dasar terdapat banyak sekali mata pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa. Mata pelajaran menjadi suatu pokok yang penting dalam proses pendidikan. Terdapat beberapa mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh siswa seperti Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Matematika, Bahasa Inggris, dan masih banyak lagi.
Matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang penting dan sering kali menjadi pembahasan utama. Hal tersebut dikarenakan banyak yang menganggap matematika sebagai momok yang menakutkan di sekolah, khususnya di Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya, hasil belajar matematika tergolong masih sangat rendah. Padahal, matematika merupakan ilmu yang mendasari segala bidang. Oleh karena itu, matematika sangat penting untuk dipelajari.
Belajar adalah hasil dari proses pembelajaran atau pengalaman masa lalu yang ditunjukkan dengan sebuah perubahan perilaku yang bersifat relatif permanen. Setiap individu yang melakukan belajar akan memperoleh perubahan tingkah laku dalam bentuk pengetahuan, keterampilan, dan sikap (Jihad, 2013). Belajar adalah proses interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya, sehingga mendapatkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Kegiatan belajar akan memperoleh hasil yang disebut dengan hasil belajar.
Metode drill sangat perlu diterapkan dalam pembelajaran matematika materi perkalian, mengingat pada materi tersebut kurang menyenangkan bagi siswa dan kesulitan dalam menyelesaikannya. Dalam proses pembelajaran di sekolah, belajar matematika bukan berarti hanya menghafalkan rumus-rumus dan simbol-simbol ataupun hanya menemukan suatu nilai dari soal yang telah diberikan saja. Matematika sering kali dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut menjadi alasan hubungan matematika dengan kehidupan sehari-hari sangat erat.
Matematika memiliki beberapa karakteristik, di antaranya: (1) objek matematika ialah ilusi semata; (2) lambang yang tak bermakna; (3) kesepakatan atas pemikiran yang bersifat aksiomatik; (4) taat dasar hukum; dan (5) semesta sebagai pembatas dalam pembahasan. Dari karakteristik yang telah disebutkan, tidak heran jika dalam memecahkan soal-soal matematika siswa akan kesulitan. Fakta di lapangan yang telah diamati oleh peneliti, siswa kesulitan dalam menghafal perkalian. Jika siswa tidak dapat menghafal perkalian, siswa tersebut akan lebih kesulitan dalam memecahkan soal-soal yang lebih rumit.
Hal tersebut menjadi alasan peneliti menggunakan metode drill berbasis SITA (soal cerita), dengan asumsi bahwa dengan menggunakan soal cerita akan memudahkan siswa dalam pemahaman konsep matematika yang dapat meningkatkan hasil belajar. Soal cerita pada matematika adalah soal dalam bentuk esai. Wujud dari soal cerita ialah kalimat verbal dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dinyatakan dalam angka-angka serta empat tahapan mengerjakan soal cerita yaitu: (1) Memahami masalah yang ada dalam soal dengan menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan; (2) Merencanakan pemecahan masalah dengan menentukan variabel, membuat model matematika, menentukan strategi yang digunakan dan menulis langkah-langkah yang akan digunakan dalam menyelesaikan soal; (3) Merencanakan pemecahan masalah, pada tahap ini siswa melakukan rencana yang telah ditentukan pada tahap merencanakan pemecahan masalah; (4) Memeriksa kembali solusi yang diperoleh dengan mengecek terlebih dahulu hasil yang telah diperoleh.
Dengan menggunakan soal cerita, siswa akan mendapatkan kesempatan untuk belajar menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari serta dapat memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memecahkan masalah yang berhubungan dengan matematika dengan cara bernalar. Keterampilan matematika ada dua, yaitu penalaran dan komunikasi. Penalaran adalah suatu proses untuk mencapai kesimpulan logis dari suatu ilmu pengetahuan. Siswa harus memiliki keterampilan bernalar, karena jika tidak memiliki kemampuan bernalar siswa hanya memperoleh hafalan saja, tanpa memahami konsep dari apa yang telah dipelajari. Siswa akan mendapatkan suatu kesimpulan mengenai ilmu yang telah dipelajari dengan adanya aktivitas penalaran. Dalam melatih penalaran, siswa dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan memberikan soal cerita. (*)