Implementasi Teori Konstruktivisme PTM Sekolah Dasar

Oleh: Silvia Indriani, S.Pd.SD, M.Pd
Guru SD Negeri 2 Garung Kidul, Kec. Kaliwungu, Kab. Kudus

PENYEBARAN virus corona yang cepat di berbagai negara memberikan dampak ke berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dampak tersebut antara lain terlihat pada bidang ekonomi, politik, hingga pendidikan. Adanya perubahan tersebut memaksa berbagai pihak untuk mempersiapkan dengan cepat strategi yang tepat. Pandemi ini memaksa masyarakat dunia mengambil definisi dari makna hidup, tujuan pembelajaran, dan hakikat kemanusiaan. Jika selama ini manusia-manusia dipaksa hidup dalam situasi serba cepat, pekerjaan tanpa henti dan target pertumbuhan di berbagai bidang dalam sistem kompetisi.

Pandemi Covid-19 memaksa kebijakan social distancing atau physical distancing untuk meminimalisir penyebaran virus ini. Presiden Republik Indonesia dalam pidatonya menginstruksikan masyarakat Indonesia untuk mengurangi aktivitas di luar rumah yang tidak penting, termasuk menerapkan sistem work from home (WFH), sekolah serta perkuliahan dilakukan secara online/dalam jaringan.

Pembelajaran online yang telah diberlakukan ini tidak jarang membuat pendidik dan peserta didik serta orang tua. Pembelajaran daring penuh ini ternyata menimbulkan dampak negatif yang tidak menguntungkan bagi peserta didik. Peserta didik menjadi kehilangan semangat belajar, kedisiplinan, bahkan tanggung jawab. Tugas yang diberikan oleh guru kepada peserta didik banyak yang dikerjakan oleh orang tua, hingga akhirnya kesulitan untuk mengukur hasil pembelajaran.

Berkaitan dengan sistem pembelajaran yang baru ini, tentunya memberikan dampak terhadap penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar (SD). Pembelajaran tematik yang diterapkan di SD mengarahkan pembelajaran scientific dengan mengonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengonstruksian pengetahuan ini identik dengan teori konstruktivisme.

Teori konstruktivisme adalah teori pendidikan yang mengedepankan peningkatan perkembangan logika dan konseptual peserta didik. Peran guru dan peserta didik dalam pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran peserta didik. Sehingga peserta didik harus aktif dalam mengonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman-pengalaman sendiri.

Implementasi teori konstruktivisme ini bertujuan untuk membantu peserta didik dalam memahami isi dan materi pembelajaran, mengasah kemampuan peserta didik untuk selalu bertanya dan mencari solusi atas pertanyaannya, meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap suatu konsep secara komprehensif, dan mendorong peserta didik untuk menjadi pemikir aktif. Sebagian sekolah mulai melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas dengan protokol kesehatan. Meski terdapat pro dan kontra, menurut pemerintah, pembukaan sekolah merupakan pilihan untuk menaikkan capaian hasil belajar.

Pembelajaran tematik lebih menghendaki peserta didik untuk bertukar pikiran atau diskusi dengan teman sebaya maupun orang yang lebih mampu untuk berkonsultasi. Hal ini sesuai dengan implikasi teori belajar Konstruktivisme Vygotsky yang menghendaki pembelajaran yang menempatkan pembelajaran berorientasi pada student center. Penggunaan paradigma dalam pembelajaran tematik di sekolah dasar ini mengalami pergeseran dari teori behaviouristik menjadi teori konstruktivistik.

Pendekatan konstruktivistik ini menekankan pada perlunya proses mental seseorang yang berperan aktif dalam menempuh proses belajar dan mengonstruksi pengetahuannya sendiri. Belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang secara sadar atau sengaja. Aktivitas ini mengacu pada aktivitas seseorang yang melakukan aspek spiritual yang memungkinkan seseorang untuk berubah (Pane & Dasopang, 2017). Menurut aliran konstruktivisme, pengetahuan merupakan konstruksi (pendidikan) orang yang mengetahui sesuatu (skema).

Pengetahuan tidak dapat ditransfer dari seorang guru ke guru yang lain. Karena setiap orang memiliki rencana mereka sendiri untuk apa yang mereka tahu. Di dalam proses belajar di sekolah dasar tersebut peserta didik akan mendapatkan empat arahan kompetensi, yakni kompetensi religius, sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. (*)