Oleh: Purwanti, S.Pd.SD.
Kepala SD 2 Garung Kidul, Kec. Kaliwungu, Kab. Kudus
PENDIDIKAN seharusnya tidak hanya menghasilkan generasi yang cerdas akademik, tetapi juga berakhlak mulia. Sesuai dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Banyak hal yang membuat kita miris, namun justru seolah telah menjadi suatu hal yang lumrah. Sering kali nilai-nilai kejujuran diinjak-injak secara nyata di depan mata kita. Menyontek, melakukan sabotase, sering dilakukan oleh peserta didik. Belum lagi adanya pertengkaran di antara mereka, tawuran, saling ejek, saling merendahkan satu sama lain, ini menunjukkan bahwa peserta didik sangat membutuhkan pendidikan moral.
Ketika guru memberikan pekerjaan rumah (PR), harapannya peserta didik dapat belajar mandiri di rumah. Namun pada kenyataannya, PR yang seharusnya dikerjakan peserta didik adakalanya dikerjakan oleh orang atau anggota keluarga yang lain. Padahal guru sudah mengingatkan orang tua atau anggota keluarga hanya mendampingi dan menuntunnya menyelesaikan PR tersebut. Tidak hanya itu, sering kali banyak ditemukan peserta didik yang menyontek saat ulangan, tes, ataupun ujian hanya karena mengejar nilai. Semua itu menurut Erwin Widiasworo (2018:29) karena pendidikan kita lebih menitikberatkan pada pencapaian dari segi akademik saja dan mengesampingkan masalah penguatan karakter. Sehingga sering terjadi suatu kegagalan, generasi kita juga kadang mudah mengeluh, putus asa, pesimis, bahkan sering kali mengambil jalan pintas untuk mencapai sesuatu yang mereka inginkan.
Maka Penulis mencoba Kode Kehormatan Siswa ini dalam pembelajaran di sekolah. Maksudnya dalam mengelola kelas, guru dengan berpedoman karakter kuat, penuh keikhlasan, karena dengan ketulusan hati peserta didik merasa diberi kasih sayang dengan sepenuh hati, tidak hanya ucapan yang keluar dari mulut seorang guru, tapi benar-benar ucapan yang berupa nasihat atau bimbingan serta doa yang diberikan oleh guru kepada peserta didiknya keluar dari hati yang tulus dan penuh kasih sayang.
Dani Ronie M (2009: 26) menuturkan bahwa guru adalah seorang yang mengajar dengan hatinya, membimbing dengan nuraninya, mendidik dengan segenap keikhlasannya menginspirasi, dan menyampaikan kebenaran dengan rasa kasih. Tak kalah pentingnya adalah passion-nya untuk mempersembahkan apa pun yang dikaryakan sebagai ibadah terhadap Tuhannya. Pada dasarnya, apa pun yang bermula dari hati akan juga diterima oleh hati. Maka sangat tepat kalau Larsati ini diterapkan pada satuan pendidikan sebagai gebang untuk tercapainya pembentukan karakter peserta didik.
Idealnya menjadi guru memang bukan sekedar melakukan pekerjaan biasa, tetapi juga memenuhi panggilan hati dan melakukan perjalanan spiritual. Pemandangan seperti kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan akan berkurang jika banyak guru memahami hakikat pendidikan seperti yang tersirat dalam amanat undang-undang serta penghadiran hati saat mengajar. Juga pembentukan karakter pada peserta didik akan terwujud.
Terbukti di SD Negeri 2 Garung Kidul, Kecamatan Kaliwungu Kudus setelah dewan gurunya mengajar serta mendidik dengan kode kehormatan, peserta didiknya lebih mudah diarahkan dan kenakalan peserta didik sedikit demi sedikit tapi pasti mulai berkurang. Peserta didik memiliki rasa percaya diri, sehingga dalam mengerjakan tugas mereka tidak lagi menyontek dan dalam mengerjakan tugas rumah yang diberikan guru tidak lagi orang tua atau anggota keluarga yang mengerjakan, tapi peserta didik sudah mau mengerjakan sendiri, dan orang tua atau anggota keluarga hanya mendampingi dan membimbingnya untuk menyelesaikan tugasnya.
Dengan Kode Kehormatan Siswa, penguatan karakter peserta didik berhasil dengan baik, ini terbukti sikap peserta didik lebih sopan terhadap guru, tidak lagi suka menyontek, mengerjakan tugas dari guru dikerjakan sendiri dengan penuh semangat. Jadi dengan larasati tidak hanya berhasil mewujudkan peserta didik yang cerdas otak, tetapi juga cerdas hati dan cerdas raga. (*)