Penguatan Karakter Siswa melalui Penggunaan Unggah-ungguh Bahasa Jawa

Oleh: Windoko, S.Pd.SD
Guru SDN 07 Wanarejan, Kec. Taman, Kab. Pemalang

BAHASA Jawa telah menjadi muatan lokal (mulok) di Jawa Tengah pada kurikulum merdeka. Keunikan Bahasa Jawa yang ada salah satunya adalah beragam unggah-ungguh, ini berkaitan dengan adab atau sopan santun. Pada kali ini penulis akan membahas mengenai etika Jawa yang ada dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ethos dan Ethikos. Ethos memiliki arti yaitu sifat, watak, dan kebiasaan. Sedangkan ethikos berarti susila, keadaban, kelakuan, serta perilaku yang baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa etika merupakan sesuatu hal yang membahas mengenai baik-buruknya tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam nilai dan norma Jawa, terdapat sebuah etika yang mengatur tata kelakuan masyarakatnya. Tata kelakuan atau etika ini biasa disebut dengan etika Jawa. Di dalam etika Jawa terdapat dua kaidah atau prinsip dasar dalam kehidupan masyarakat. Dua prinsip dasar tersebut ialah prinsip kerukunan dan prinsip kehormatan.

Bahasa Jawa telah dijadikan mulok dalam pelajaran sekolah di provinsi Jawa Tengah. Dengan adanya SK Gubernur No. 423.5/5/2010, kian mengukuhkan keberadaan mulok bahasa Jawa untuk diajarkan di sekolah.

Guru bahasa Jawa di sekolah menjadi salah satu kunci untuk keberlangsungan penggunaan bahasa daerah di sekolah. Lebih dari pada itu, guru bahasa Jawa diharapkan dapat menjadi pelaku, penggerak, serta motivator dalam membiasakan bahasa Jawa di sekolah. Dengan demikian, bahasa Jawa di sekolah tidak hanya digunakan pada saat jam pembelajaran bahasa Jawa tersebut berlangsung, namun juga pada waktu-waktu tertentu dalam kondisi formal maupun non formal.

Kondisi demikian juga dikuatkan dengan adanya Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah No. 430/9525 tertanggal 7 Oktober 2014 tentang Penggunaan Bahasa Jawa untuk Komunikasi Lisan pada tiap hari Kamis. Hal ini perlu disikapi untuk dapat dilaksanakan pada tiap hari Kamis, seluruh aktivitas di sekolah menggunakan bahasa komunikasi lisan bahasa Jawa, baik bagi guru maupun siswa. Hal ini yang selama ini belum dioptimalkan di lingkungan sekolah.

Ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh seorang guru bahasa Jawa di sekolah. Pertama, guru mengajak anak untuk membiasakan diri menggunakan bahasa Jawa ragam krama dalam berbagai aktivitas nonformal di sekolah. Misalnya pada saat di kantin, pada saat jam istirahat, saat bertemu dengan orang yang lebih tua, dan lain sebagainya. Guru dapat membiasakan berbahasa Jawa ragam krama kepada siswa dengan memperhatikan unggah-ungguh basa misalnya, “Prayoganipun siswa sampun dugi ing sekolahan saderengipun Bapak/Ibu guru rawuh”.

Kedua, guru dapat memberikan penugasan terstruktur kepada siswa terkait peningkatan kemampuan berbahasa Jawa. Tugas tersebut dapat berupa pembuatan kamus pribadi tentang undha-usuk basa yang ditulis oleh siswa. Dengan menulis sendiri tentang undha-usuk basa, siswa akan mengetahui dan lebih memahami manakala ia harus menggunakan kata “maem” untuk dirinya sendiri dan kata “dhahar” untuk orang lain yang lebih tua.

Ketiga, guru dapat mengajarkan sopan santun kepada siswa dalam setiap kegiatan siswa. Salah satu upaya untuk membiasakan kesopanan tersebut adalah pada saat memanggil orang lain. Guru mengajak siswa untuk membiasakan diri memanggil orang lain dengan bahasa yang santun, yakni dengan kata “Mas”, “Mbak”, “Kenang, “Kenok”, dan lain sebagainya. Dengan demikian, suasana yang terbangun adalah suasana nyaman dan jauh dari berbagai permasalahan.

Beberapa cara di atas sebenarnya hanya sedikit dari apa yang dapat dilakukan oleh seorang guru, khususnya guru bahasa Jawa dalam rangka upaya pelestarian bahasa daerah. Guru bahasa Jawa sangat diharapkan dapat berkontribusi dalam upaya pemertahanan dan pelestarian bahasa Jawa. Hasil inilah yang menunjukkan bahwa penguatan karakter siswa melalui penggunaan unggah-ungguh bahasa Jawa dapat meningkatkan kesopanan, beretika baik, bersikap sopan kepada guru dan orang tua, serta dapat menghargai sesama teman dalam pergaulan sehari-hari. (*)