Belajar IPS Asyik dengan Flipped Classroom

Oleh: Istianah, S.Pd.
Guru SDN 01 Cangak, Kec. Bodeh, Kab. Pemalang

ILMU Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan muatan pelajaran yang di dalamnya terdapat banyak materi yang membuat siswa merasa jenuh. Banyak faktor yang melatarbelakangi kejenuhan siswa pada muatan pelajaran ini. Salah satu di antaranya yaitu banyaknya materi yang mengharuskan siswa menghafal, sedangkan minat siswa terhadap literasi masih tergolong rendah. Materi-materi berupa hafalan ini yang merupakan momok bagi siswa.

Siswa tampak tidak bergairah ketika dihadapkan pada pembelajaran IPS. Menjadi tantangan cukup berat bagi guru pada penyajian materi IPS dengan waktu yang terbatas ini (pembelajaran tatap muka terbatas) dalam menyelesaikan sejumlah kompetensi dasar muatan IPS. Untuk mengatasi kendala ini, guru kelas IV SDN 01 Cangak, Kecamatan Bodeh, Kabupaten Pemalang memilih model pembelajaran blended learning dengan metode flipped classroom.

Model pembelajaran flipped classroom pada hakikatnya merupakan salah satu metode penerapan blended learning. Dengan pendekatan flipped classroom, sebagian aktivitas pembelajaran yang biasanya diselesaikan di kelas, kini dapat diselesaikan di rumah terlebih dahulu secara mandiri oleh siswa sebelum akhirnya melakukan pembelajaran tatap muka lagi di kelas. Konsep flipped classroom yakni aktivitas yang biasanya dikerjakan di rumah, sekarang dikerjakan di sekolah, dan aktivitas yang biasanya dikerjakan di sekolah, sekarang dikerjakan di rumah (Muthmainah, 2018).

Langkah-langkah pembelajaran dengan blended learning metode flipped classroom, yaitu: 1) Guru membagi siswa menjadi 2 kelompok besar. Kelompok 1 akan melakukan pembelajaran tatap muka di periode pertama dan pembelajaran daring di periode selanjutnya, begitu pun sebaliknya dengan kelompok 2; 2) Guru membagi materi ajar menjadi 2 kategori. Kategori A adalah materi yang dapat dipelajari siswa secara mandiri dan kategori B yang dipandu/didiskusikan dengan guru dan teman sebaya; 3) Siswa kelompok 1, periode pertama digunakan untuk pembelajaran tatap muka berfokus pada materi kategori B yang lebih menekankan pada diskusi dan aktivitas pembelajaran yang dipandu oleh guru. Setelah itu, pada periode selanjutnya saat siswa belajar di rumah, guru dapat melakukan pembelajaran daring yang menekankan pada materi Kategori A; 4) Siswa kelompok 2, periode pertama digunakan untuk pembelajaran daring berfokus pada materi kategori A. Setelah itu, pada periode selanjutnya saat siswa belajar di tatap muka, guru dapat berfokus pada materi kategori B; 5) Guru memastikan dapat mengatur waktu dengan baik, agar jam pembelajaran siswa kelompok 1 dan kelompok 2 tidak saling bertabrakan; 6) Guru melakukan refleksi secara berkala untuk mengecek pemahaman siswa serta umpan balik mengenai kendala ataupun kesulitan yang dihadapi siswa.

Pada praktik flipped classroom, terdapat kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya, yaitu: 1) waktu di kelas lebih banyak; 2) kesempatan untuk pembelajaran yang dipersonalisasi (secara mandiri di rumah); 3) kesempatan untuk belajar yang berpusat pada siswa; 4) interaksi antara siswa dan guru lebih banyak; 5) meningkatkan motivasi siswa; 6) lingkungan belajar yang penuh dengan alat yang familier. Adapun kelemahannya: 1) siswa yang baru mengenal metode ini butuh adaptasi karena belajar mandiri di rumah, konsekuensinya mereka tidak siap dengan pembelajaran aktif di dalam kelas; 2) pekerjaan rumah (bacaan dan video) harus disesuaikan dengan hati-hati untuk mempersiapkan mereka pada kegiatan di kelas; 3) membuat bahan ajar berkualitas yang bagus sangat sulit.

Pada akhir tulisan, penulis berharap agar metode flipped classroom yang belum banyak diterapkan ini dapat digunakan pada muatan pelajaran lain dengan memaksimalkan kelebihan yang dimiliki. Karena jika model ini dilaksanakan dengan persiapan yang matang, flipped classroom dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada muatan pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. (*)