Oleh: Thoyib, S.Pd.
Guru SDN Gilirejo 2, Kec. Miri, Kab. Sragen
DALAM pembelajaran Matematika, jika guru hanya menggunakan metode konvensional akan menyebabkan siswa mempunyai mindset yang salah tentang matematika. Pelajaran matematika dianggap pelajaran sulit, seram, menakutkan, bikin bad mood dan stres. Sehingga hasil belajarnya tidak sesuai dengan harapan. Padahal seharusnya, pelajaran matematika dibawakan dengan cara yang lebih menarik dan merangsang siswa untuk belajar dengan mudah memahami konsep matematika serta kegunaannya bagi manusia di masa depan.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, penulis sebagai guru kelas VI SD Negeri Gilirejo 2, Miri, Sragen dalam pembelajaran Matematika menerapkan PMR (Pembelajaran Matematika Realistik). Dengan harapan dapat membangkitkan dan memotivasi siswa untuk berpikir logis, sistematis, kritis, dan analitis. Siswa dapat memahami suatu konsep materi pelajaran dalam suasana yang asyik dan menyenangkan serta merangsang daya pikir siswa dalam memecahkan masalah yang ada.
Menurut Susanto (Fitrah, 2016: 92), PMR merupakan salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang berorientasi pada siswa. Matematika adalah aktivitas manusia dan matematika harus dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari siswa ke pengalaman belajar yang berorientasi pada hal-hal yang real (nyata). PMR merupakan salah satu usaha meningkatkan kemampuan siswa memahami matematika dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali dan merekonstruksi konsep-konsep matematika, sehingga siswa mempunyai pengertian kuat tentang konsep-konsep matematika. Siswa tidak hanya mudah menguasai konsep dan bahan pelajaran namun juga tidak cepat lupa dengan apa yang telah diperolehnya (Soviawati: 2011).
Kelebihan dari pembelajaran PMR yaitu memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari dan kegunaannya bagi manusia. Menurut Gravemeijer (1994), ada 3 prinsip utama dalam PMR, yaitu guided reinvention (menemukan kembali)/progressive mathematizing (matematisasi progresif), didactical phenomenology (fenomena didaktik) dan self-developed models (mengembangkan model sendiri).
Adapun sintaks pembelajaran Matematika dengan PMR melalui tahapan sebagai berikut: 1). Pendahuluan. Guru memotivasi siswa agar fokus terhadap materi, mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dan menyajikan sebuah masalah situasi nyata yang dikenal dalam kehidupan sehari-hari. Meminta siswa memahami hal tersebut dengan cara menyediakan bangun ruang nyata misalnya kardus sebagai balok dan kaleng sebagai tabung. Siswa secara langsung mengukur tinggi serta ukuran lainnya pada bangun tersebut; 2). Pelaksanaan. Siswa mendapat penjelasan dari benda-benda tersebut mengenai unsur bangun ruang serta menunjukkan bagian-bagiannya secara mandiri. Mempraktikkan mengetahui volume suatu bangun dengan mengisi benda nyata. Siswa menyelesaikan masalah kontekstual, secara individual, mengerjakan tugas di lembar kerja dengan cara mereka sendiri serta memberikan suatu alasan terhadap setiap jawaban yang diberikan. Guru membentuk kelompok dan meminta untuk bekerja sama membandingkan dan mendiskusikan penyelesaian masalah yang telah diselesaikan secara individu. Selanjutnya guru mengarahkan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan dari topik yang dipelajari dengan masalah konstektual yang baru diselesaikan; 3). Evaluasi dan Tindak Lanjut. Guru berperan sebagai fasilitator serta mengadakan penilaian baik secara individu maupun kelompok. Sebagai tindak lanjut siswa diminta mempraktikkan di rumah dari pelajaran yang didapatkan di sekolah sebagai penguatan.
Implementasi PMR dalam pembelajaran berpengaruh positif, siswa lebih berantusias asyik mengikuti pembelajaran matematika. Terbukti setelah diadakan penilaian pada materi Bangun Ruang siswa kelas VI SD Negeri Gilirejo 2, Miri, Sragen tahun pelajaran 2021/2022, semua siswa mengikutinya dengan nilai di atas KKM 75. Siswa lebih bisa berpikir cepat dan ingin terus belajar, serta menganggap bahwa Matematika merupakan pelajaran yang menarik dan mengasyikkan. Siswa dapat menumbuhkembangkan keterampilan berpikirnya untuk mendapatkan segala solusi memecahkan berbagai masalah kehidupan. (*)