Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sejarah

Oleh: Dra. Lilik Eko Pudjinastuti, M.Si
Guru SMA Negeri 2 Mranggen, Kec. Mranggen, Kab. Demak

PENDIDIKAN karakter mencakup pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, serta pendidikan watak. Dimana adanya pendidikan ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan kualitas peserta didik. Terutama dalam mengambil keputusan, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Samani, 2011).

Menurut Muhaimin (1996), pendidikan karakter dapat diaplikasikan pada pelajaran sejarah melalui beberapa tahap. Di antaranya, pertama, tahap transformasi nilai, pendidik  menginformasikan nilai pendidikan karakter, hanya terjadi komunikasi verbal antara pendidik dan peserta didik. Kedua, tahap transaksi nilai,menyajikan pendidikan karakter melalui komunikasi dua arah antara peserta didik dengan pendidik. Kemudian, ketiga, tahap transinternalisasi,komunikasi kepribadian yang dijalankan pendidik kepada peserta didik lebih dominan dan berperan secara aktif.

Pendidikan karakter ini, juga sudah dilaksanakan dalam proses pembelajaran sejarah di SMA Negeri 2 Mranggen. Dimana para peserta didik menyampaikan nilai-nilai karakter tidak hanya dalam bentuk pengetahuan saja. Akan tetapi juga membiasakan menerapkannya dalam kebiasaan sehari-hari. Dalam hal ini, pendidik di SMA Negeri 2 Mranggen memanfaatkan proses belajar mengajar sejarah untuk mengembangkan nilai-nilai karakter yang ada. Adapun nilai karakter yang dikembangkan di antaranya sebagai berikut:

Pertama, nilai religiusitas. upaya yang dilakukan pendidik di SMA Negeri 2 Mranggen untuk mendukung penerapan pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah ialah dengan membaca Asmaul Husna. Selain itu juga melakukan berdo’a untuk mengawali  dan mengakhiri pembelajaran. Kedua, cinta tanah air. Dalam hal ini, peserta didik diupayakan untuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya pada awal pembelajaran.

Selain itu, pendidik juga menanamkan konsep bahwa bila mencintai, tentunya ingin selalu menjaga yang dicintai agar baik-baik saja, dan berupaya melakukan yang terbaik. Implementasinya, peserta didik diarahkan untuk menjaga kebersihan kelas, sekolah dan peduli pada lingkungan dengan ikut menyirami tanaman di sekitar kelas, membuang sampah pada tempatnya. Hal ini bertujuan untuk membuat lingkungan yang dicintai tetap terjaga.

Ketiga, nilai kerja sama dan gotong royong. Dilakukan dengan memasukkan nilai-nilai karakter yang relevan dengan materi dimasukkan ke dalam RPP. Pendidik menggunakan model pembelajaran kooperatif diharapkan dapat mengembangkan nilai kerjasama diantara para peserta didik, melalui diskusi mereka akan bergotong royong mengerjakan tugas. Keempat, nilai kejujuran disiplin dan bertanggung jawab. Di sini, pendidik membuat kesepakatan-kesepakatan dengan peserta didik.  Pada awal pertemuan di semester gasal, pendidik membuat kesepakatan bersama dengan peserta didik tentang bagaimana aturan main dalam pembelajaran sejarah. Termasuk konsekuensinya ketika peserta didik tidak mentaati aturan yang telah disepakati bersama.

Kesepakatan tersebut yaitu, (a) Tertib Berpakaian, (b) Tertib Kehadiran, Tertib melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam pembelajaran: mengumpulkan tugas, mengikuti ulangan dan remidi, serta (c) Tertib mengikuti proses pembelajaran.

Setelah aturan tersebut disosialisasikan, maka pada pertemuan berikutnya mulai diberlakukan. Pendidik menyampaikan bahwa bila peserta didik melanggar kesepakatan, untuk berani meyampaikan kepada pendidik apa bentuk pelanggarannya dan apa sebabnya dengan jujur. Tidak perlu menunggu pendidik melakukan sweaping lalu tertangkap. Pendidik tidak akan langsung memarahi, tapi justru akan memberikan reward point bagi peserta didik yang berani meyampaikan kesalahan.

Dari dialog dengan peserta didik yang melanggar tersebut, maka tergali penyebab pelanggaran. Tindak lanjutnya tergantung apa sebab dari pelanggaran tersebut. Karena bisa jadi pelangggarannya sama, tetapi sebabnya berbeda. Dengan demikian, peserta didik yang bermasalah akan terbantu dengan solusi yang diberikan oleh pendidik. Misalnya, ada peserta didik tidak memakai seragam sesuai jadwal, yang satu karena belum dicuci, yang satu karena sobek akibat kecelakaan naik motot. Tentu kebijakan pendidik akan berbeda untuk keduanya. (*)