Oleh: Sri Yufiati, S.Pd.SD.
Guru SDN 1 Binorong, Kec. Bawang, Kab. Banjarnegara
SALAH satu mata pelajaran wajib di tingkat sekolah dasar (SD) adalah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). PKn memerlukan kemampuan ingatan dan pemahaman konsep yang baik. Para siswa perlu memahami konsep dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang dihadapi pada mata pelajaran PKn adalah sulitnya siswa dalam memahami konsep di setiap materinya. Siswa beranggapan bahwa mata pelajaran PKn sulit untuk dipelajari. Untuk memperoleh hasil pembelajaran yang baik, guru dituntut untuk kreatif dalam memilih dan menerapkan strategi, metode, maupun pendekatan dalam pembelajaran.
Berdasarkan hasil ulangan harian siswa kelas VI SD Negeri 1 Binorong pada materi pemilu dan pilkada belum sesuai harapan. Hal ini dibuktikan dengan nilai ulangan harian siswa hanya memperoleh nilai rata-rata 57, sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan adalah 65. Dari 21 siswa, yang belum mencapai KKM sebanyak 11 siswa atau 45,4%. Rendahnya hasil belajar PKn kelas VI disebabkan karena guru belum menggunakan model pembelajaran yang tepat untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran. Di samping itu, guru juga belum menggunakan media yang tepat sesuai dengan karakteristik mata pelajaran tersebut.
Adapun persoalan yang terjadi pada diri siswa antara lain: 1) pemahaman siswa terhadap proses pemilu dan pilkada masih rendah; 2) Pembelajaran yang dilaksanakan kurang efektif; 3) Tanggung jawab dan kerja sama siswa dalam pembelajaran belum berlangsung secara optimal. Untuk itu, guru mencari cara agar pembelajaran lebih menyenangkan, siswa menjadi semangat dan aktif, sehingga hasil belajar yang diharapkan dapat terpenuhi.
Untuk mengatasi berbagai hal yang terjadi dalam pembelajaran PKn tersebut, guru perlu melakukan perbaikan pembelajaran. Model pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa yang diterapkan pada proses pembelajaran adalah model pembelajaran make a match.
Model pembelajaran make a match merupakan kegiatan pembelajaran di mana siswa diminta mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban atau soal dalam waktu tertentu. Dengan menerapkan metode make a match, siswa akan terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran, sehingga dengan keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran materi yang dipelajari siswa akan selalu teringat dalam pemikirannya.
Menurut Rusman (2011:223-233) metode make a match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu cara keunggulan teknik ini adalah peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik yang menyenangkan.
Anita Lie (2008:56) menyatakan bahwa metode pembelajaran make a match atau bertukar pasangan merupakan teknik belajar yang memberi kesempatan siswa untuk bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Make a match merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif untuk membantu memenuhi kebutuhan siswa. Kelebihan metode make a match antara lain: 1) Meningkatkan aktivitas belajar siswa; 2) Efektif untuk melatih keberanian dan kedisiplinan siswa; 3) Meningkatkan pemahaman siswa dan motivasi belajar siswa.
Setelah menerapkan model pembelajaran menggunakan metode make a match siswa menjadi antusias, aktif dalam pembelajaran, dan termotivasi untuk belajar. Prestasi belajar juga meningkat seperti yang diharapkan. Hal ini dibuktikan dengan data hasil ulangan mendapatkan nilai rata-rata 80,1. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa materi pemilu dan pilkada siswa kelas VI SDN 1 Binorong dengan penerapan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan hasil belajar siswa. (*)