Asyiknya Belajar Matematika dengan Alat Peraga Tusuk Sate

Oleh: Siti Machromah, S.Pd.SD.
Guru SDN 02 Sumublor, Kec. Sragi, Kab. Pekalongan

MATEMATIKA dianggap sebagian besar siswa adalah mata pelajaran yang paling sulit, sehingga banyak siswa yang tidak tertarik untuk belajar Matematika. Konsep tersebut sudah tertanam sejak dulu di benak para siswa sekolah, mulai dari sekolah tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Cara penyelesaian soal yang cukup rumit dan membutuhkan daya pikir yang lebih membuat siswa malas untuk belajar mata pelajaran matematika. Hal tersebut juga terjadi di SD Negeri 02 Sumublor, khususnya di kelas rendah. Siswa mengalami kesulitan dalam menghitung kelipatan dan memakan waktu yang cukup lama dalam menghitungnya.

Untuk mengatasi masalah di atas, penulis berupaya memudahkan siswa untuk belajar Matematika, terutama materi kelipatan dengan cara pengurangan melalui alat peraga tusuk sate. Dengan alat peraga tersebut, diharapkan siswa tertarik dan dapat menghitung kelipatan dengan cepat, sehingga membuat siswa tidak bosan dan merasa senang untuk belajar Matematika sambil bermain. Hal tersebut sesuai dengan karakter siswa kelas rendah sekolah tingkat dasar yang masih suka bermain.

Kelas rendah terdiri dari kelas satu, dua, dan tiga. Sedangkan kelas tinggi terdiri dari kelas empat, lima, dan enam (Supandi, 1992: 44). Di Indonesia, rentang usia SD yaitu antara enam atau tujuh tahun sampai dua belas tahun. Usia siswa pada kelompok kelas rendah, yaitu enam atau tujuh sampai delapan atau sembilan tahun.

Alat peraga merupakan suatu alat bantu yang digunakan pengajar untuk memberikan pengajaran kepada siswa yang tujuannya agar siswa mampu mempelajari suatu bidang yang dipelajari, lebih cepat memahami dan mengerti, dan lebih efektif serta efisien, intinya bahwa alat peraga merupakan salah satu komponen.

Menurut Pieget, siswa yang berusia 7-11 tahun berada dalam tahap operasional kongkret (concreate operational stage). Anak-anak diajarkan menggunakan alat peraga sate (tumpukan sepuluh biji sate) sebagai alat bantu menghitung kelipatan dengan cara pengurangan. Mereka melakukan operasi konkret dan bernalar secara logis.

Langkah-langkahnya antara lain: 1) sediakan dua tusuk sate untuk angka satuan warna kuning dan satu tusuk sate untuk puluhan warna hijau. Satu tusuk sate berisi sepuluh biji dua tusuk sate kuning digunakan bila angka satuan tidak bisa dikurangi; 2) tanamkan konsep pengurangan itu pada suatu angka. Sembilan sama dengan sepuluh kurangi satu, delapan sama dengan sepuluh kurangi dua, tujuh sama dengan sepuluh kurangi tiga, dan enam sama dengan sepuluh kurangi empat; 3) menghitung kelipatan dengan cara pengurangan menggunakan tusuk sate. Untuk belajar kelipatan tujuh ingat konsep tujuh sama dengan sepuluh kurang tiga. Kelipatan tujuh pengurangnya tiga, sepuluh biji sate kuning (satuan) ambil tiga terlihat tujuh pada sate; 4) ambil tiga biji sate kuning dan masukkan satu biji sate hijau (puluhan) satu puluhan dan empat satuan. Ulangi untuk kelipatan berikutnya ambil tiga biji sate kuning dan masukkan satu biji sate hijau. Pada sate menunjukkan dua puluh satu. Untuk sate kuning satu tidak bisa dikurangi tiga isi dulu sepuluh biji kuning (sate hijau tidak ditambah karena sate kuning bertambah sepuluh), barulah diambil tiga terlihat pada tumpukan angka dua puluh delapan.

Awalnya siswa sulit memahaminya dan sempat bingung, tapi setelah melakukannya berulang-ulang, akhirnya siswa paham dan hafal. Menghitung kelipatan dengan cara pengurangan akan lebih cepat dari pada menjumlahkan pada angka yang besar. Yaitu mulai angka enam sampai sembilan.

Ini terbukti pada siswa di SD Negeri 02 Sumublor yang tertarik untuk belajar Matematika materi kelipatan dengan cara pengurangan menggunakan alat peraga tusuk sate dan nilai hasil belajar pun meningkat. Ternyata mereka senang belajar sambil bermain dengan alat peraga tusuk sate. Ini merupakan pengalaman yang menarik bagi penulis dan juga siswa, khususnya siswa kelas rendah. (*)