SLEMAN, Joglo Jogja – Beberapa kejadian bencana kebakaran yang terjadi di wilayah Sleman beberapa waktu lalu, perlu mendapatkan perhatian khusus, terutama terkait penanganannya. Gerak cepat dan respon petugas pemadam kebakaran (Damkar) menjadi faktor utama dalam proses penanganan.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Sleman, Ani Martanti mengatakan, dua kejadian kebakaran yang terjadi di Kapanewon Prambanan dan Kalasan, benar-benar membuka perhatian pemerintah. Di mana dalam kejadian itu, bencana kebakaran menghabiskan seluruh bangunan yang ada.
“Seharusnya hal itu jangan sampai terjadi, bila respon cepat dari petugas dapat terlaksana dengan baik maka kejadian dapat segera diatasi,” terangnya saat diwawancarai Joglo Jogja di Sleman, beberapa hari lalu.
Menurutnya, keterlambatan penanganan kebakaran disebabkan beberapa faktor. Yakni kurangnya pos damkar yang ada di wilayah Sleman, serta personil damkar yang jumlahnya terbatas. Kemudian juga terkait jumlah armada pemadam kebakaran dan sumber air yang kurang memadai.
“Saat ini kita hanya memiliki dua pos damkar, yakni di pos induk Pemkab Sleman dan Pos Godean. Saya rasa itu sangat kurang, dibandingkan dengan luasan wilayah Kabupaten Sleman,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menerangkan, dengan jumlah pos yang ada, sangat sulit bagi petugas damkar untuk dapat menjangkau dengan cepat wilayah yang jaraknya jauh. Terlebih dengan kepadatan arus lalu-lintas yang terjadi. Oleh itu, menurutnya, perlu ada nya penambahan pos-pos lainnya. Sehingga penanganan bencana kebakaran dapat di tangani dengan cepat.
“Paling tidak di Sleman itu ada lima pos damkar untuk mencakup luasnya wilayah Sleman. Pos induk di tengah, dua pos di Sleman bagian barat dan dua pos di bagian timur. Sehingga petugas dapat cepat merespon dan sampai lokasi kebakaran,” paparnya.
Saat ini, dengan dua pos damkar yang ada, hanya terdapat sekitar 46 personil yang bertugas. Keterbatasan personil tersebut, menyebabkan tidak semua fasilitas damkar yang dimiliki dapat digunakan untuk melakukan tugas pemadaman. Sehingga pemadaman tidak dapat dilakukan secara optimal.
Ani Martanti menjelaskan, untuk mengatasi hal itu, telah dibentuk aturan terkait pembentukan tim damkar tingkat kalurahan. Sehingga ketika terjadi bencana kebakaran, pihak kalurahan dapat mandiri menanggulangi kebakaran, sembari menunggu personil damkar sampai di lokasi kejadian.
“Aturannya sudah ada, tapi kita terkendala pada anggaran. Sehingga sampai saat ini belum terealisasi dan belum berjalan, tim nya juga belum terbentuk,” ungkapnya.
Untuk mengatasi hal itu, menurut Ani, pihaknya mendorong pemerintah kalurahan untuk mengalokasikan anggaran melalui dana desa. Harapannya dapat segera terbentuk tim damkar tingkat kalurahan, sebagai tim pelaksana awal penanggulangan bencana kebakaran yang terjadi di wilayahnya.
“Yang paling penting tim nya terbentuk dulu,kemudian alat kelengkapannya akan kita usulkan agar segera di anggarkan dan direalisasikan,” tegasnya.
Terlebih, pihaknya pun telah memberikan alokasi dana pokok pikiran (Pokir) dewan untuk dapat mendukung pemadaman kebakaran. Seperti alokasi anggaran untuk pemberian penyuluhan dan pelatihan pada tingkat kalurahan. Sehingga ada tim khusus kalurahan yang dapat bergerak cepat dan terlatih.
“Harapan saya, semoga Sleman menjadi kabupaten yang memiliki kalurahan yang mandiri. Dalam arti mandiri, yaitu dalam mengatasi masalah yang terjadi di wilayahnya. Sehingga peran serta masyarakat dan tokoh masyarakat, juga menentukan suksesnya sebuah pemerintahan di Kabupaten Sleman,” imbuhnya. (bid/all)