Oleh: Kustiati, S.Pd
Guru SD 4 Honggosoco, Kec. Jekulo, Kab. Kudus
MATEMATIKA merupakan mata pelajaran yang selalu diajarkan disetiap jenjang pendidikan. Pada kenyataannya, yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa mata pelajaran tersebut tidak begitu diminati oleh para siswa. Untuk mengatasi masalah tersebut, guru dapat menjelaskannya dengan mengambil contoh dari masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari sebagai titik awal pembelajaran. Hal tersebut dilakukan untuk menunjukkan bahwa sebenarnya matematika dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran, salah satu kegiatan yang harus pendidik lakukan adalah menentukan metode untuk mencapai tujuan pembelajaran. Guru harus tahu hal terbaik yang harus dilakukannya, yaitu dengan mengetahui kelebihan dan kelemahan dari beberapa metode pembelajaran.
Di samping penerapan metode yang tepat, pemberian motivasi juga menjadi hal yang penting untuk meningkatkan keberhasilan pelajaran. Motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi para siswa. Motivasi belajar yang rendah dapat menyebabkan rendahnya keberhasilan dalam belajar sehingga akan merendahkan prestasi belajar siswa. Motivasi belajar dalam diri siswa satu dengan siswa yang lain berbeda. Ada siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan ada juga siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Motivasi yang rendah dapat menyebabkan rendahnya keberhasilan belajar siswa. Lemahnya motivasi belajar akan melemahkan prestasi belajar dan melemahnya kegiatan belajar.
Berdasarkan observasi masih banyak permasalahan yang ditemui dalam proses pembelajaran. Di antaranya guru masih menggunakan strategi pembelajaran yang monoton, hampir tanpa variasi yang kreatif. Pembelajaran masih menggunakan metode ekspositori, sehingga mencatat dan menerangkan menjadi dominan dalam belajar di kelas. Guru kurang mengembangkan kegiatan pembelajaran yang beragam untuk siswa. Misalnya diskusi, tanya jawab, demonstrasi, dan strategi-strategi pembelajaran tertentu sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Secara teoritis, siswa sekolah dasar umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses. Karena tingkat befikir siswa masih berada pada kemampuan berfikir konkrit, maka seharusnya pembelajaran dilakukan dengan memanfaatkan benda-benda konkrit yang ada di lingkungan sekitar.
Pada pembelajaran matematika, siswa memerlukan alat bantu berupa media, dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru agar lebih cepat dipahami dan dimengerti oleh siswa. Proses pembelajaran yang jarang atau bahkan tidak menggunakan media akan membuat siswa menjadi jenuh. Sehingga tidak mampu menarik siswa agar lebih termotivasi dalam belajar.
Masa perkembangannya anak-anak ditandai dengan perkembagan psikososial, salah satunya mereka tidak lepas dalam dunia bermain. Bermain mempunyai arti yang sangat penting bagi perkembangan kehidupan anak-anak. Sebab, mereka menghabiskan lebih banyak waktunya di luar rumah untuk bermain dengan teman-temannya dibanding terlibat dalam aktivitas lain. Permainan juga merupakan suatu bentuk aktivitas yang menyenangkan.
Bermain kartu bilangan pada pada pembelajaran matematika dianggap dapat memotivasi siswa dan dapat meningkatkan prestasi belajarnya dalam materi bilangan romawi. Mereka memandang kegiatan bermain kartu tersebut sebagai sarana sosialisasi. Diharapkan melalui bermain, siswa mempunyai kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan.
Dunia bermain menjadi bagian penting pada anak-anak dalam aktivitas kesehariannya. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan jika bermain dapat mendukung proses belajarnya. Maka, diperlukan pendorong untuk menggerakkan siswa agar semangat belajar sehingga dapat memiliki prestasi. Semangat belajar dapat dimiliki dengan meningkatkan motivasi belajar. (*)