BOYOLALI, Joglo Jateng – Katib ‘Aam PBNU KH. Sa’id Asrori Arori mengatakan bahwa lembaga pendidikan pesantren merupakan pendidikan khas Nusantara yang sudah teruji keberhasilan metode pengajarannya.
Menurut Kiai Sa’id, pendidikan pesantren mempunyai tiga syarat agar dapat disebut sebagai pesantren.
Pertama, adanya kiai atau pengasuh yang mengajarkan ilmu. Kedua, adanya santri sebagai anak asuh yang menempuh pendidikan di pesantren dan ketiga, adanya ilmu atau kitab yang diajarkan.
“Maka kalau ada pesantren, bahkan membangun gedung yang megah tetapi tidak ada kiainya, atau tidak ada santrinya (yang mukim) dan apalagi tidak ada pembelajaran kitab maka sejatinya bukanlah pesantren,” terangnya ketika memberi sambutan di acara Haul ke-59 Pondok Pesantren Al Huda, Doglo, Boyolali, Minggu (13/11) malam.
Selain Katib ‘Aam PBNU, Rais ‘Aam PBNU KH. Miftachul Akhyar juga memberikan mauidhoh hasanah yang dikemas dalam acara pengajian akbar. Rangkaian acara tersebut digelar selama tiga hari, Jumat-Minggu (11-13/11/22).
Rais ‘Aam PBNU KH. Miftachul Akhyar ketika memberikan mauidhoh hasanah menyampaikan, takdir manusia menjadi kholifatulloh fil ardi itu bukan sesuatu yang kebetulan.
Manusia menjadi makhluk yang mendapat mandat untuk memimpin di bumi. Oleh karenanya, sudah seharusnya bisa menciptakan kemakmuran, kesejahteraan serta keadilan.
“Menjadi pemakmur bumi tentunya harus memiliki beberapa persyaratan. Di antaranya memiliki kecerdasan, baik itu kecerdasan spiritual maupun kecerdasan intelektual serta kemampuan berinovasi,” terangnya.
Selain itu, ia menambahkan, pesantren juga memiliki karakter sebagai wadah pencetak generasi yang memiliki kemampuan spiritual dan intelektual.
“Termasuk juga kemampuan berinovasi agar adaptif dengan kebutuhan zaman,” terang Miftachul Akhyar.