Oleh: Indah Windhi Astuti, S.Pd.,Gr.
Guru Matematika, SMPN 03 Ampelgading, Pemalang
CARA pandang siswa terhadap mata pelelajaran matematika juga mempengaruhi proses belajar mengajar. Dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika dianggap paling sulit oleh para siswa. Hal tersebut menyebabkan rendahnya minat dan kemauan siswa dalam belajar matematika. Pada saat pembelajaran, siswa hanya sekedar datang dan duduk untuk menerima materi dari guru tanpa memahami dan menikmati proses pembelajaran yang berlangsung.
Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis lakukan pada siswa kelas 9 SMPN 03 Ampelgading Kab. Pemalang, diperoleh keterangan bahwa hasil belajar matematika siswa di sekolah tersebut masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil ujian akhir semester lalu, seluruh hasil belajar siswa masih di bawah kriteria ketuntasan maksimal (KKM), yaitu di bawah nilai 75. Dari 59 siswa nilai tertinggi yang diperoleh siswa dengan rentang skor 0 -100 adalah 40, dan nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 5.
Secara umum faktor yang paling berpengaruh terhadap rendahnya hasil belajar matematika siswa dalah kurang kreatifnya guru sebagai pendidik dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Seperti penggunaan model pembelajaran ataupun metode pembelajaran. Hal tersebut membuat siswa merasa bosan dan kurang menarik. Sehingga merasa malas untuk mengikuti pembelajaran. Proses pembelajaran juga dilakukan secara monoton, dan penyampaian materi dilakukan secara satu arah. Hal tersebut menjadikan suasana menjadi pasif dan tidak adanya interaksi sesama siswa, bahkan siswa kepada guru.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka perlu dicarikan formula pembelajaran yang tepat. Sehingga dapat meningkatkan keaktifan dan pemahaman konsep siswa serta prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika. Para guru terus berusaha menyusun dan menerapkan berbagai model dan metode pembelajaran yang bervariasi agar siswa tertarik dan lebih aktif dalam belajar matematika.
Model pembelajaran yang tepat digunakan agar siswa lebih aktif dalam belajar adalah model pembelajaran kooperatif. Menurut Milfayetty dkk (2015), model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Sedangkan model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menekankan keaktifan belajar siswa lewat diskusi. Dengan begitu, pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan hasil belajar siswa.
Pembelajaran tipe NHT (numbered head together) adalah rangkaian penyampaian materi dengan menggunakan kelompok sebagai wadah dalam menyatukan persepsi/pikiran siswa terhadap pertanyaan yang dilotarkan atau diajukan oleh guru. Kemudian akan dipertanggungjawabkan oleh siswa sesuai dengan nomor permintaan guru dari masing-masing kelompok.
Langkah-langkah model cooperative learning tipe NHT, menurut Arends (2008) yaitu pertama, penomoran (numbering). Guru membagi siswa menjadi beberapa tim beranggota tiga sampai lima orang dan memberi nomor. Setiap siswa pada masing-masing memilki nomer antara 1-5. Kedua, pemberian pertanyaan (questioning). Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa, pertanyaannya bisa bervariasi dan spesifik.
Ketiga, berpikir bersama (heads together). Siswa menyatukan “kepalanya” untuk menemukan jawabannya dan memastikan bahwa semua orang tahu jawabannya. Keempat, menjawab (answering). Guru memanggil salah satu nomor. Kemudian bagi siswa yang nomornya sesuai dengan yang dipanggil, mengangkat nomornya dan mencoba menjawab pertanyaan/mempresentasikan di depan kelas.
Berdasarkan data yang ada dan hasil pengamatan serta temuan pada saat peneliti melakukan proses pembelajaran, maka dapat diperoleh suatu kesimpulan. Yaitu penerapan model cooperative learning tipe NHT dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa materi Perpangkatan dan Bentuk Akar pada siswa kelas 9 SMPN 03 Ampelgading semester 1 Tahun Pelajaran 2022/2023. Hingga 84% nilai siswa di atas KKM. (*)