SEMARANG, Joglo Jateng – Kecilnya gaji para guru masih menjadi polemik di kalangan tenaga pengajar. Banyak guru honorer mendapatkan gaji yang dinilai tidak sepadan dengan tugasnya yang membimbing dan mengajar generasi penerus masa depan bangsa.
Hal itu masih dirasakan di berbagai wilayah di Indonesia tak terkecuali Provinsi Jawa Tengah (Jateng). Berdasarkan informasi yang dihimpun, masih banyak guru honorer di Jateng yang bahkan mengajar puluhan tahun, namun nasib dan kesejahteraan hidupnya belum terjamin.
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jateng, Muhdi, pun mengakui bahwa masih banyak guru honorer yang penghasilannya masih di bawah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Terutama guru di daerah-daerah pelosok.
“Ada yang masih digaji Rp 500 ribu, Rp 700 ribu, jauh sekali. Kalau kota besar banyak yang sudah di atas UMK. Kota Semarang sudah,” katanya saat ditemui di Kantor PGRI Jateng, Kamis (24/11/22).
Lebih lanjut, Muhdi menyebutkan, Jateng memiliki sekitar 110.421 guru honorer. Namun sebagian dari jumlah tersebut, digaji di bawah UMK, khususnya guru yang waktu mengajarnya di bawah 24 jam per minggu.
“Pemprov juga iya (penghasilan di atas UMK) bagi guru yang memenuhi jam mengajar 24 jam dalam seminggu. Tapi banyak lompatnya, begitu masuk di Demak, Brebes, ada ketimpangan betul,” lanjutnya.
Ketika disinggung terkait perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan guru, ia mengaku masih kurang. Bahkan gaji guru honorer masih berada di bawah penghasilan buruh pabrik yang gajinya di atas UMK.
“Pemerintah kurang fair, memaksa perusahaan membayar pegawai swasta atau buruh dengan UMK. Tapi pemerintah tidak membayar guru honorer bahkan setingkat UMK sekalipun,” kata Mantan Rektor Universitas PGRI Semarang itu.
Di sisi lain, secara tingkat pendidikan kebanyakan guru merupakan lulusan perguruan tinggi. Belum lagi guru mengemban tanggung jawab besar untuk mencerdaskan generasi bangsa.
“Masa lulusan SD dengan lulusan sarjana gajinya sama? Masa orang yang tanggung jawabnya hanya pekerjaan tertentu dengan pendidik sama? Masa guru harus demo sama dengan buruh yang setiap tahun menuntut kenaikan upah, kan gak patut lah,” tegas Muhdi.
Terkait permasalahan ini, PGRI Jateng berharap agar sebanyak 110.421 guru honorer di Jateng mendapatkan gaji yang layak atau di atas UMK sebagai bentuk apresiasi guru yang sudah berjuang keras mendidik generasi muda. Pihaknya pun mendorong Pemprov Jateng untuk bisa secara bertahap mengangkat guru honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Inilah yang menjadi cacatan kita, kalau gak diangkat jadi ASN guru honorer nasibnya semakin tidak jelas. Apalagi di daerah-daerah yang gajinya gak wajar,” ucapnya.
Ia menilai bahwa pengangkatan PPPK ini sangatlah penting bagi guru honorer. Dengan statusnya naik menjadi PPPK, maka nasib dan kesejahteraan guru dapat terjamin. “Kesejahteraan guru memang harus dibuktikan dengan status, kalau statusnya gak jelas berati kan gak sejahtera. Menurut saya gajinya minimal di atas UMK,” ucapnya. (luk/gih)