Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika melalui Discovery Learning

Oleh: RR. Angka Setijaningsih, SPd
Guru Matematika SMP Negeri 1 Padamara

SALAH satu ilmu dasar (basic science) yang penting baik sebagai alat bantu, pembimbing pola pikir, maupun pembentuk sikap adalah matematika. Maka dari itu, matematika diharapkan dapat dikuasai dengan baik oleh peserta didik di sekolah. Salah satu standar proses yang harus dikuasai siswa adalah komunikasi matematis.  Kemampuan komunikasi matematika peserta didik sangat perlu untuk dikembangkan. Karena melalui komunikasi matematis, siswa dapat melakukan organisasi berpikir matematisnya baik secara lisan maupun tulisan.

Kepercayaan diri adalah sikap positif dari seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif. Rendahnya kepercayaan diri dapat menimbulkan hambatan besar dalam menjalankan kegiatan sehari-hari. Tanpa memiliki rasa percaya diri secara penuh, seorang siswa tidak akan dapat mencapai prestasi tinggi, karena ada hubungan antara motif berprestasi dan percaya diri.

Hal ini juga dialami oleh peserta didik di SMP Negeri 1 Padamara. Mereka mengalami kesulitan dalam kemampuan komunikasi sehingga menyebabkan hasil belajar peserta didik menjadi tidak maksimal pada pelajaran matematika.

Guru dapat mengubah pembelajaran yang awalnya  teacher oriented menjadi student oriented. Dalam model pembelajaran discovery learning, guru bertugas membimbing dan mengarahkan siswa untuk dapat belajar dan berpikir secara kreatif. Menurut Syah (2013), dalam mengaplikasikan model pembelajaran discovery learnig, ada beberapa prosedur yang dilakukan penulis.

Pertama, guru memberikan stimulation (stimulus/pemberian rangsangan). Kedua, siswa akan diberikan problem statemen (pernyataan/identifikasi masalah), khusunya terkait materi Himpunan melalui Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD). Tahap ketiga, siswa dikondisikan untuk melakukan data collection (pengumpulan data) dan  data processing (pengolahan data). Pada tahap terakhir, siswa diminta untuk melakukan verification (pembuktian), dan generalization (menarik kesimpulan/generalisasi) berupa pemecahan masalah secara bergantian.

Menurut Supriono (2009), model ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Model kooperatif merupakan teknik-teknik kelas praktis yang dapat digunakan guru setiap hari untuk membantu peserta didiknya belajar di setiap mata pelajaran. Mulai dari ketrampilan-keterampilan dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks. Model Discovery Learning adalah suatu model yang membimbing peserta didik untuk menemukan hal-hal yang baru berupa konsep, rumus, pola, dan sejenisnya.

Metode ini dapat merangsang peserta didik untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran (TIM MKPBM, 2010). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Meyer (2010) menunjukkan bahwa proses penemuan (discovery) dalam pembelajaran akan membantu peserta didik untuk memahami dan menganalisis proses kreativitas dan pengambilan keputusan dalam temuannya. Namun sangat disadari bahwa untuk memperoleh hasil pembelajaran matematika yang maksimal, ada variabel-variabel lain yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran tersebut.

Kemampuan komunikasi matematis peserta didik dirasakan penting. Sebab melalui komunikasi, peserta didik mampu mengungkapkan temuan-temuan serta ide-ide matematik. Baik secara lisan maupun tulisan. Mampu bertukar gagasan baik sesama peserta didik maupun antara peserta didik dan guru, serta mengklarifikasi pemahaman dan pengetahuan yang mereka peroleh dalam pembelajaran (NCTM, 2000).

Peserta didik masih mengalami kesulitan dalam mengomunikasikan, terutama bagi mereka yang memiliki kemampuan intelektual rendah. Karena peserta didik dituntut untuk mampu menemukan ide-ide gagasan dan menyampaikannya secara lisan maupun tulisan tentang konsep himpunan. Sehingga guru matematika mencoba melakukan pengajaran dengan memadukan model discovery learning.

Dengan model ini, peserta didik lebih tertantang dalam menemukan konsep-konsep secara mantap. Kemudian melatih siswa untuk memiliki kemampuan komunikasi matematika secara lebih baik. Lalu dapat meningkatkan rasa percaya diri peserta didik, karena penemuan diperoleh oleh peserta didik sendiri. Pada akhirnya, penggunaan model pembelajaran ini meningkatkan hasil belajar. (*)