Pendidikan yang Sesuai Filosofi Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Oleh: Heri Sumadi, S.Pd.
Guru SD Negeri 1 Kalitinggar Kidul, Kec. Padamara, Kab. Purbalingga

PADA dasarnya, pengertian pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar. Lalu proses pembelajaran dilakukan agar peserta didik secara aktif untuk mengembangkan potensi dirinya. Yakni agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Menurut kamus Bahasa Indonesia kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’. Maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa, definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara (KHD) adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. Pendidikan berguna untuk memerdekakan manusia. Manusia yang merdeka adalah manusia yang hidupnya lahir atau batinnya tidak bergantung pada orang lain, akan tetapi bersandar pada kekuatan sendiri. Pendidikan pada hakikatnya menuntun kodrat anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

Bapak Pendidikan Nasional kita sejak tahun 1922 sudah mengenalkan dan mengajarkan kita filosofis pendidikan yang berhamba pada anak. Dalam Azaz Taman Siswa, KHD menjelaskan pendidikan yang berhamba pada anak yakni membebaskan anak dari segala ikatan, dengan suci mendekati anak bukan meminta sesuatu hak melainkan berhampa pada sang anak. Maksudnya, seorang pendidik mementingkan kepentingan anak dari segalanya, mendidik dengan ikhlas dan sepenuh hati tanpa mengharap imbalan.

Sistem pendidikan yang berpihak pada anak menekankan pada minat, kebutuhan, dan kemampuan dengan melakukan pendekatan dengan didasari cinta kasih. Sistem pendidikan ini menghadirkan model dan metode belajar yang menggali motivasi untuk membangun habit anak menjadi pembelajar sejati. Kemudian selalu ingin tahu terhadap informasi dan pengetahuan. Pembelajaran yang seperti ini sekaligus dapat mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan di era mendatang. Seperti kreativitas, inovasi, kepemimpinan, rasa percaya diri, kemandirian, kedisiplinan, berpikir kritis, kemampuan berkolaborasi dalam tim. Berikutnya memiliki wawasan global untuk dapat selalu beradaptasi terhadap perubahan dan perkembangan.

Ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh pendidik sebagai upaya mewujudkan sistem pendidikan yang berhamba pada anak. Pertama, berkomunikasi dengan sopan dan ramah. Dengan bertutur kata halus, sopan, dan baik, akan tercipta hubungan yang harmonis dan saling memahami. Dengan demikian muara akhir dari proses pembelajaran dan pendidikan dapat tercapai.

Kedua, cepat tanggap. Artinya sebagai seorang pendidik harus dituntut dapat cepat tanggap dengan keinginan anak, mengerti, dan memahami segala keluh kesah anak. Dengan demikian anak merasa dilayani dengan sepenuh hati dan rasa cinta. Ketiga, memahami karakter anak. Seorang pendidik dituntut harus dapat mengenal karakteristik dari anak. Yakni agar dapat menuntun mereka menjadi generasi penerus bangsa dengan karakteristik yang baik dan berakhlak mulia.

KHD mengatakan hal esensial bagi seorang pendidik adalah melakukan pendidikan dengan berorintasi pada anak dan memandang anak dengan rasa hormat. Hal tersebut merupakan sebuah keharusan. Relevansi kita sebagai seorang pendidik dalam sistem pendidikan yang berhamba pada anak adalah mampu menumbuhkan karakter, potensi, minat, dan bakat siswa sesuai kodratnya.

Caranya dengan melakukan kolaborasi, komunikasi, berpikir kritis, serta memiliki kreativitas dalam berkreasi. Dengan demikian, akan menciptakan generasi muda yang selamat dan bahagia. Menerapkan pendidikan yang berhamba pada anak dapat menjadi solusi dan jawaban terhadap tantangan perubahan kebudayaan di era revolusi digital. (*)