Oleh: Widiyaningrum Dewi, S.Pd.
Guru SDN 01 Wiyorowetan, Kec. Ulujami, Kab. Pemalang
SENI Budaya dan Prakarya (SBdP) adalah mata pelajaran yang mengembangkan pengetahuan siswa untuk berkarya seni yang indah dan menarik. SBdP merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah dasar (SD) yang mempelajari kesenian, kebudayaan, dan keterampilan. Seperti seni musik, seni lukis, seni tari, dan sebagainya. Tujuan dari pembelajaran ini antara lain untuk memperoleh pengalaman seni berupa apresiasi seni dan pengalaman ekspresi seni. Kemudian memperoleh pengetahuan seni, misalnya teori tentang seni, sejarah seni, kritik seni dan lain-lain (Eny, 2014).
Dalam pembelajaran SBdP, banyak hal yang dapat dilakukan oleh siswa secara aktif, efektif, dan efisien, sehingga dapat membantu tercapainya tujuan pembelajaran. Pembelajaran ini membutuhkan model yang mampu menumbuhkan minat belajar, motivasi, dan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Kemudian mempermudah siswa dalam memahami materi pelajaran, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan optimal.
Pembelajaran SBdP pada kompetensi dasar mengetahui unsur-unsur rupa dalam karya dekoratif kelas III di SDN 01 Wiyorowetan menggunakan model pembelajaran CORE (connecting, organizing, reflecting, extending). Yakni pembelajaran yang dirancang untuk membangun kemampuan siswa melalui kegiatan menghubungkan (connecting), mengorganisasikan (organizing). Berikutnya memikirkan kembali (reflecting), serta memperluas pengetahuan (extending).
Model CORE sangat efektif untuk membangung pengetahuan dan mengaktifkan siswa dalam pembelajaran (Humaira, Suherman, & Jazwinarti, 2014). Keempat aspek dalam model pembelajaran CORE adalah connecting, yang merupakan kegiatan mengoneksikan informasi lama dan baru, serta informasi antar konsep. Kemudian organizing yang merupakan kegiatan mengorganisasikan ide-ide untuk memahami materi. Sedangkan reflecting adalah kegiatan memikirkan kembali, mendalami, dan menggali informasi yang sudah didapat. Lalu extending yaitu kegiatan untuk mengembangkan, memperluas, menggunakan, dan menemukan.
Menurut Aris Shoimin (2014:39), langkah-langkah pada model pembelajaran CORE antara lain pertama, mengawali pembelajaran dengan kegiatan yang menarik siswa. Cara yang dilakukan bisa dengan menyanyikan lagu berkaitan dengan materi yang akan diajarkan. Kedua, penyampaian konsep lama yang akan dihubungkan dengan konsep baru oleh guru kepada siswa (connecting).
Ketiga, kengorganisasian ide-ide untuk memahami materi yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru (organizing). Keempat, pembagian kelompok secara heterogen (campuran antara yang pandai, sedang, dan kurang) yang terdiri dari empat hingga lima orang. Kelima, memikirkan kembali, mendalami, dan menggali informasi yang sudah didapat dan dilaksanakan dalam kegiatan belajar kelompok siswa (reflecting). Keenam, memgembangkan, memperluas, menggunakan, dan menemukan cara melalui tugas individu dengan mengerjakan tugas (extending).
Model pembelajaran CORE mempunyai beberapa kelebihan. Di antaranya mengembangkan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Lalu mengembangkan dan melatih daya ingat siswa tentang suatu konsep dalam materi pembelajaran, mengembangkan daya berpikir kritis. Sekaligus mengembangkan keterampilan pemecahan suatu masalah, dan memberikan pengalaman belajar kepada siswa. Karena mereka banyak berperan aktif, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Melalui penerapan model CORE dalam pembelajaran, siswa menjadi lebih termotivasi dalam belajar, semangat, aktif, dan kreatif dalam mengikuti proses pembelajaran. Suasana pembelajaran menjadi lebih kondusif, serta siswa dapat lebih memahami materi pembelajaran dengan mudah. Selain itu, penerapannya sangat efektif dalam membantu siswa mengoptimalkan tujuan pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar. (*)