Optimalisasi Pembelajaran Diferensiasi di TK

Oleh: Nikmah, S.Pd
Guru TK A Tunas Harapan Sambiroto, Kec. Gajah, Kab. Demak

PEMBELAJARAN anak usia dini atau TK pada hakikatnya adalah pembelajaran yang berorientasi bermain (belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar). Namun, pembelajaran yang dilakukan selama ini tidak berpihak pada murid, dan hanya untuk memenuhi tuntutan orang tua. Seperti kemampuan anak dalam calistung agar siap melanjutkan ke SD.

Merdeka belajar dilaksanakan berdasarkan filosofi pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Yaitu guru sebagai among yang menuntun murid dalam pembelajaran sesuai kodrat anak, alam, dan kodrat zaman. Untuk memenuhi semua itu, guru perlu mengetahui minat belajar murid disekolah/ luar sekolah, motivasi murid, dan tujuan belajarnya. Seorang guru juga harus memiliki kepekaan dalam memahami profil belajar murid, dan gaya belajar apa yang mereka sukai.

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru, dengan berorientasi kepada kebutuhan murid. Menurut Tomlinson (2000), pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas. Yakni agar dapat memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Keputusan-keputusan terkait dengan hal-hal sebagai berikut. Pertama, bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras agar dapat mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.

Kedua, kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya. Ketiga, penilaian berkelanjutan. Yaitu bagaimana guru menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan. Tujuannya untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, serta murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.

Keempat, bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda. Kelima, manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, dan metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.

Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. Yaitu kesiapan belajar (readiness) murid, minat murid, dan profil belajar murid. Guru harus memiliki kemampuan dalam membuat tugas yang disesuaikan dengan keterampilan yang dimiliki murid. Kemudian tugas-tugas itu mampu memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid, dan dapat memberi kesempatan untuk menyelesaikannya dengan cara yang murid sukai.

Dalam pelakasanaan pembelajaraan diferensiasi, ada tiga strategi yang digunakan. Pertama, strategi konten (sumber belajar). Guru menyiapkan berbagai sumber belajar sesuai dengan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar. Kedua, strategi proses (pelaksanaan pembelajaran). Proses pembelajaran dilakukan sesuai dengan gaya belajar murid atau cara yang disukai murid. Ketiga, strategi hasil pembelajaran.

Pembelajaran diferensiasi adalah pembelajaran yang berpihak pada murid untuk mencapai tujuan dengan cara yang terbaik. Sesuai dengan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar murid. Pembelajaran diferensiasi akan lebih mengenalkan murid pada nilai-nilai kehidupan, serta makna dari sebuah kesuksesan. Selanjutnya menghargai indahnya berbagai perbedaan dalam kesetaraan, serta mendapatkan pendidikan yang sama. Seperti halnya yang sudah dilaksanakan di TK A Tunas Harapan Sambiroto Kecamatan Gajah Kabupaten Demak. (*)