Oleh: Kulsum,S.Pd.SD
Guru SD N 03 Klareyan, Kec. Petarukan, Kab. Pemalang
PROSES pembelajaran yang dilakukan di kelas sangat bergantung pada kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Kepiawaian guru menyesuaikan metode pembelajaran dan media yang digunakan sesuai dengan materi yang disampaikan berpengaruh pada ketercapaian pembelajaran yang diharapkan. Pembelajaran IPA mencakup semua materi yang terkait dengan objek alam serta persoalannya. Oleh karena itu, pembelajaran IPA bukan hanya sekedar teori. Tetapi guru harus mampu menyampaikan pengajaran dengan mengkorelasikan kegunaan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari melalui bukti konkrit.
Penggunaan berbagai media merupakan komponen yang harus diciptakan dalam strategi pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran yang berpusat pada guru membuat proses pembelajaran menjadi monoton, tidak menarik, dan menimbulkan kebosanan pada diri siswa. Guru yang hanya mengandalkan buku teks tanpa menggunakan media pembelajaran lain membuat siswa mengantuk dan tidak berminat pada materi yang disampaikan.
Rendahnya minat belajar siswa, akan berdampak pada rendahnya hasil belajar. Crow & Crow dalam Abdul Rachman Abror mengatakan bahwa minat atau interest adalah sesuatu yang berhubungan dengan daya gerak yang mendorong kita cenderung merasa tertarik baik pada orang, benda, kegiatan, ataupun bisa berupa pengalaman efektif yang diransang oleh kegiatan itu sendiri (Abror, 2015).
Aktivitas belajar akan tercapai apabila memiliki minat yang kuat, minat yang ada dalam diri seseorang anak akan berpengaruh besar terhadap proses belajar yang dijalani. Hasil observasi pra penelitian pada siswa kelas IV SD Negeri 03 Klareyan Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang menunjukkan bahwa rendahnya minat belajar IPA siswa berdampak pada rendahnya prestasi belajar IPA. Tercatat 65% siswa yang nilai rata-ratanya ada di bawah KKM dan hanya 35% saja yang tuntas. Hal ini disebabkan oleh pembelajaran bersifat konvensional (teacher centered learning), pembelajaran monoton, tidak menggunakan media dan tidak memanfaatkan sarana yang ada di kelas. Oleh karena itu, tindaklanjutnya adalah merancang sebuah pembelajaran aktif dengan menerapkan model pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) menggunakan media kartu untuk meningkatkan minat belajar IPA siswa SD.
Model pembelajaran CTL akan membuat siswa membangun kemampuan diri secara aktif, mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata. Model pembelajaran kontekstual merupakan suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkrit.
Langkah-langkah model pembelajaran CTL adalah pertama, mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna. Apakah dengan bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan baru siswa. Kedua, melaksanakan kegiatan inkuiri untuk semua topik yang diajarkan. Ketiga, mengembangkan sikap ingin tahu melalui pertanyaan-pertanyaan. Keempat, menciptakan masyarakat belajar. Seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab daan lain sebagainya;
Kelima, menghadirkan contoh pembelajaran melalui ilustrasi, model bahkan media yang sebenarnya. Keenam, membiasakan anak untuk melakukan refleksi setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Ketujuh, melakukan penilaian secara objektif, yaitu melaui kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.
Pembelajaran CTL sebagaimana dikatakan oleh Hamdayama yaitu pertama, kontruktivisme. Yaitu membangun pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif. Kedua, inkuiri, terhadap semua topik dilanjutkan dengan kegiatan bermakna untuk temuan yang diperoleh. Ketiga, bertanya. Guru mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu atau mendapatkan informasi. Keempat, masyarakat belajar. Yakni membentuk kelompok belajar yang heterogen untuk hasil belajarlebih efektif diperoleh dari kerjasama. Kelima, pemodelan, dengan mempresentasikan atau menunjukan hasil karya kelompok di depan kelas. Keenam, refleksi. Menuliskan apa saja yang dirasakan saat proses pembelajaran. Ketujuh, penilaian autentik. Memberikan soal untuk mengetahui hasil pencapaian belajar. (*)