SEMARANG, Joglo Jateng – Puluhan pegawai yang tergabung dalam Serikat Buruh Independen (SBI) lakukan mediasi di Kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Semarang, Selasa (24/1/23). Hal ini dilakukan setelah mereka diabaikan oleh tempat perusahaannya bekerja yakni PT Far East Seating yang merupakan perusahaan furniture sejak sebulan lalu.
Ketua SPI Far East Seating, Muhlis mengatakan, sebelumnya pada 23 Desember 2022 sebanyak 350 karyawan di-PHK dengan kesepakatan akan dipekerjakan kembali sebagai buruh harian lepas. Namun sebanyak 35 pegawai yang tergabung di SBI tak diajak berunding maupun diberitahu oleh pihak perusahaan.
“Permasalahan dari 2 Januari dan seterusnya yang kita statusnya belum jelas, apakah kita di-PHK atau diliburkan, tidak ada keterangan sama sekali dari perusahaan,” kata Muhlis saat ditemui usai mediasi, Selasa (24/1/23).
Sejak 2 Jannuari 2023 mereka berangkat dan absen mandiri. Akan tetapi tidak diizinkan untuk bekerja sekalipun pabrik tetap beroperasi. Pihaknya menuntut agar haknya sebagai pekerja dipenuhi dan dapat dipekerjakan kembali.
“Ini dari pihak SBI dalam hal PHK tidak pernah diberi kesempatan atau diajak berunding. Kita sama sekali tidak tahu PHK ini prosedurnya bagaimana menurut perusahaan, tau-tau kita tidak boleh masuk gitu aja, PHK sepihak,” terangnya.
Menurutnya, prosedur PHK melanggar aturan perundang-undangan. Termasuk tidak melibatkan serikat yang resmi tercatat di Disnaker dalam perundingan masalah PHK, dan justru berunding dengan paguyuban yang dianghap direkayasa perusahaan.
“35 pegawai nasibnya masih belum jelas. SBI dibiarkan seperti tidak diakui. Diabaikan di far east seating,” lanjutnya.
Padahal 35 pegawai tersebut rata-rata telah bekerja di sana selama 7-11 tahun. Sebanyak 21 diantaranya merupakan pegawai tetap dan 14 sisanya masih berstatus kontrak.
Disisi lain, Kepala Disnaker Kota Semarang, Sutrisno mengatakan bahwa pihaknya telah menerima surat dari PT Far East Seating sejak dua bulan yang lalu. Dalam surat tersebut perusahaan furniture meminta izin untuk merumahkan karyawannya secara bertahap karena mengalami kesulitan ekonomi.
“Mereka mengalami kesulitan ekonomi, karena order furniture tidak ada. Maka mereka izin merumahkan karyawannya sekitar 200an sekian secara bertahap. Kemudian dari 200 sekian itu sudah diselesaikan, tapi sebagian belum sepakat. Jadi kami tampung dan fasilitasi, agar mereka juga menerima hak-hak yang harusnya terpenuhi,” katanya saat dihubungi, Selasa (24/1/23).
Sementara saat mediasi perusahaan hanya diwakili HRD sehingga belum mencapai kesepakatan. Perwakilan perusahaan pun tidak bisa memberi keputusan dan harus menunggu mediasi selanjutnya pada 30 Januari 2023 mendatang. (luk/gih)