Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan sebagai Sarana Pendidikan Karakter

Oleh: Udin Kasmudi, M.Pd.
Guru PJOK MTsN 1 Grobogan

PENDIDIKAN secara luas memberikan kontribusi yang cukup besar pada konsep penanaman nilai-nilai sikap, dan karakter pada diri peserta didik. Salah satu wadah pendidikan yang dapat ditempuh guna menanamkan nilai-nilai tersebut adalah pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan (penjasorkes).

Tujuan penjasorkes menurut Depdiknas yaitu meletakkan dan mengembangkan landasan karakter melalui internalisasi nilai dan landasan kepribadian. Di antaranya cinta damai, sosial, toleransi dalam kemajemukan budaya etnis dan agama, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerjasama, percaya diri, dan demokratis. Lalu strategi berbagai permainan dan olahraga, senam, aktivitas ritmik, keterampilan pengelolaan diri, pemeliharaan kebugaran jasmani dan pola hidup sehat.

Kemudian keterampilan menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain, konsep aktivitas jasmani untuk mencapai kesehatan. Berikutnya kebugaran dan pola hidup sehat, mengisi waktu luang yang bersifat rekreatif. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa penjasorkes erat kaitannya dengan penanaman nilai pendidikan karakter.

Menurut Freeman, William H (2001), lima fokus nilai yang harus diberikan pada proses pembelajaran penjasorkes yaitu pertama keadilan dan persamaan. Kedua, peduli terhadap diri sendiri. Ketiga, peduli dan pertimbangan terhadap yang lain. Keempat, menghormati peraturan dan kewenangan. Kelima, rasa terhadap nilai relatif.

Selain nilai-nilai yang harus diimplementasikan dalam proses pembelajaran penjasorkes, terdapat tiga pendekatan mengembangkan Pendidikan karakter dalam penjasorkes (Weinberg, R. & Gould, D., 2003). Pertama, pendekatan pembelajaran sosial. Pendekatan belajar sosial pemahaman karakter peserta didik didapatkan dari mempelajari permodelan atau observasional, penguatan, dan pembandingan sosial. Seorang peserta didik yang jujur dan sportif dalam mengikuti pembelajaran mendapatkan penilaian positif dari gurunya. Perilaku ini dilihat oleh teman-temannya dan dijadikan sebagi rule model dalam upaya mendapatkan penilaian posistif dari gurunya. Lingkungan belajar sedemikian rupa akan dapat mendidik karakter peserta didik.

Kedua, pendekatan perkembangan struktural. Pendekatan ini fokus pada bagaimana perubahan secara psikologikal dan perkembangan ketika peserta didik berinteraksi dengan pengalaman-pengalaman lingkungan di lapangan. Tujuannya untuk membentuk karakter peserta didik. Ketiga, pendekatan sosial psikologikal. Pendidikan karakter dalam penjasorkes dapat dilaksanakan melalui pendekatan sosial psikologikal. Maknanya, melihat moralitas dan karakter yang melekat pada diri seseorang dalam pendekatan perkembangan struktural, ditambah rentang keluasan faktor-faktor sosial. Yakni tipe orang, tingkatan olahraga kompetetif, tekanan dari guru atau pelatih. Faktor-faktor tersebut sejalan dengan pemodelan, penguatan, dan pembandingan sosial dalam pendekatan belajar sosial.

Penjasorkes merupakan suatu pendidikan dengan proses pembelajaran berbasis pada sikap, pengetahuan dan praktik (afektif, kognitif, dan psikomotor). Pendidikan karakter sebagai suatu pendidikan yang bersifat abstrak harus diterapkan atau diajarkan melalui aktivitas langsung. Supaya peserta didik memiliki pengalaman mengenai nilai yang diajarkan.

Penjasorkes sebagai sarana pendidikan dengan basis teori pengetahuan dan praktik mempercepat peserta didik dalam mengembangkan karakter. Tujuan akhirnya adalah untuk mengembangkan peserta didik seutuhnya bermakna. Bahwa penjasorkes tidak hanya berfokus pada pengembangan aktivitas fisik semata, namun mencakup banyak aspek lainnya.

Domain penjasorkes yang mencakup psikomotorik, kognitif, afektif, dan sosial memungkinkan pengembangan karakter peserta didik. Terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pendidikan karakter dalam penjasorkes. Yaitu pendekatan belajar sosial, perkebangan struktural, dan sosial psikologikal. Melalui pendekatan-pendekatan tersebut, pendidikan karakter dapat dilaksanakan dengan baik dan benar dalam proses pembelajaran penjasorkes pada tingkat satuan pendidikan. (*)