Word Square Meningkatkan Pemahaman Perkembangbiakan Tumbuhan

Oleh: Yeni Nuratmi, S.Pd
Guru SD N 04 Temuireng, Kec. Petarukan, Kab.Pemalang

SALAH satu materi pembelajaran yang harus dikuasai kompetensinya di sekolah dasar yaitu muatan pelajaran IPA. Materi pembelajaran IPA ialah suatu hal yang berdasarkan gejala, dimana gejala alam tersebut sebagai suatu pengetahuan bila diawali dengan perilaku ilmiah serta memakai metode ilmiah. Materi pembelajaran ini penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena mempelajari tentang fenomena alam yang terjadi di alam baik berupa fakta, konsep, ataupun prinsip dalam proses penemuan.

Selamat Idulfitri 2024

Dalam kegiatan pembelajaran IPA, guru harus dapat menciptakan susasana yang menyenangkan, bermakna, serta mudah dipahami oleh siswa. Yakni dengan cara memanfaatkan teknologi pada kegiatan pembelajaran. Sehingga mata pelajaran IPA sebagai produk, proses, dan perilaku menjadi dasar dalam proses pembelajaran di sekolah dasar (Sulthon, 2017: 35).

Faktanya, proses pembelajaran IPA di SD Negeri 04 Temuireng, siswa mengalami banyak kesulitan. Terutama pada materi perkembangbiakan tumbuhan, karena materi tersebut merupakan salah satu materi yang menuntut siswa agar berpikir secara abstrak. Pada kelas VI, masih terdapat siswa yang belum bisa berpikir secara abstrak. Sehingga dalam materi perkembangbiakan tumbuhan, siswa belum bisa mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan yang dapat dikembangbiakan secara vegetatif buatan.

Baca juga:  Pengaruh Pendidikan Orang Tua terhadap Minat Menyekolahkan Anak

Pada proses pembelajaran, guru hanya menjelaskan dan memperlihatkan beberapa gambar terkait dengan perkembangbiakan pada tumbuhan vegetatif buatan. Seperti mencangkok, stek, okulasi atau menempel, dan menyambung. Terbatasnya media pembelajaran, banyaknya istilah asing, materi yang terlalu padat, dan model pembelajaran yang monoton menyebabkan siswa susah memahami materi.

Maka berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan metode pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan mampu meningkatkan pemahaman siswa.  Salah satunya menggunakan model word square.  Yaitu model pembelajaran yang memadukan kemampuan menjawab pertanyaan dengan kejelian dalam mencocokan jawaban pada kotak-kotak jawaban. Mirip seperti mengisi teka-teki silang, tetapi jawabannya sudah ada, namun disamarkan dengan menambahkan kotak tambahan dengan sembarang huruf atau angka penyamar atau pengecoh. Model pembelajaran ini sesuai untuk semua mata pelajaran. Tinggal bagaimana guru dapat memprogram sejumlah pertanyaan terpilih yang dapat merangsang siswa untuk berpikir efektif.

Baca juga:  Implementasi Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Tujuan huruf/angka pengecoh bukan untuk mempersulit siswa, namun untuk melatih sikap teliti dan kritis. Word Square merupakan salah satu dari sekian banyak metode pembelajaran yang dapat dipergunakan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran. Metode ini merupakan kegiatan belajar mengajar dengan cara guru membagikan lembar kegiatan atau lembar kerja sebagai alat untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan. Instrumen utama metode ini adalah lembar kegiatan atau kerja berupa pertanyaan atau kalimat yang perlu dicari jawabannya pada susunan huruf acak pada kolom yang telah disediakan.

Baca juga:  Implementasi Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Langkah-langkah model pembelajaran word square diawali dengan penyampaian materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai. Selanjutnya, guru membagikan lembaran kegiatan sesuai contoh. Siswa menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban secara vertikal dan horizontal, maupun diagonal.  Pada kegiatan penutup guru dapat memberikan penilaian berdasarkan jumlah poin benar yang ada pada setiap kotak.

Sebagaimana model pembelajaran yang lainnya, model pembelajaran word square mempunyai kekurangan dan kelebihan. Kekurangan dari model pembelajaran ini yaitu siswa hanya menerima bahan mentah dari guru dan tidak dapat mengembangkan kreativitasnya. Karena siswa hanya dituntut untuk mencari jawaban, bukan untuk mengembangkan pikiran siswa masing-masing. Sedangkan kelebihannya yaitu meningkatkan ketelitian, kritis, dan berfikir efektif siswa. (*)