Penerapan Pembelajaran Bermakna di Sekolah Dasar

Oleh: Supiyem
Guru SDN 2 Mangunrejo, Kec. Pulokulon, Kab. Grobogan

NADIEM Anwar Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia pada Hari Guru Nasional tahun 2019 silam mencanangkan program kebijakan baru, yaitu merdeka belajar. Dengan kurikulum merdeka belajar, satuan pendidikan mempunyai kebebasan dalam melakukan inovasi dan bertindak selama proses pembelajaran berlangsung. Program ini mendobrak kultur pendidikan Indonesia yang selama ini hanya memusatkan kegiatan pembelajaran di kelas kepada guru.

Pembelajaran yang berlangsung di ruang kelas menjadi bermakna bagi siswa apabila dirasakan manfaatnya dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Para guru sudah memaklumi. Jika sebagian siswa melakukan perilaku menyimpang, itu adalah sebagai sebuah respons terhadap pembelajaran yang berlangsung. Ini menjadi indikator awal bahwa pembelajaran yang berlangsung terasa hampa dan monoton. Dari pengalaman empiris, guru tidak mudah untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Guru sering mengalami kendala berkaitan dengan masalah pengelolaan pembelajaran.

Pemkab Demak

Namun demikian, pembelajaran yang bermakna bukan mustahil untuk diwujudkan. Syaratnya, guru selalu melakukan analisa terhadap proses dan hasil belajar yang dicapai. Dengan landasan ini guru akan dapat menarik kesimpulan, mengapa pembelajaran tidak bermakna. Dengan demikian guru dapat memikirkan bagaimana strategi pembelajaran agar bermakna. Analisis terhadap kegiatan pembelajaran mutlak dilakukan oleh setiap guru. Analisis dilakukan terhadap proses pembelajaran maupun hasil belajar yang diperoleh siswa. Analisis ini tidak selalu dilakukan dalam bentuk kegiatan penilaian.

Agar prinsip belajar bermakna bagi siswa dapat diwujudkan, paling tidak ada lima rancangan pembelajaran bermakna yang perlu diterapkan di seklah dasar. Pertama, sikap dan gaya mengajar. Yaitu sikap guru dalam mengajar tidak bisa dianggap sepele. Sikap guru sangat berpengaruh terhadap suasana pembelajaran di ruang kelas. Guru hendaknya menunjukkan sikap yang demokratis dan simpati. Dua sikap ini dirasakan berpengaruh besar terhadap suasana belajar. Boleh jadi sikap demokratis dan simpati akan menjadi senjata ampuh bagi guru untuk menarik perhatian siswa untuk mengikuti pelajaran.

Kedua, penyampaian materi pelajaran. Dalam belajar, sesungguhnya siswa membutuhkan kepastian akan kebenaran materi pelajaran yang mereka terima. Oleh sebab itu guru perlu menguasai materi dengan baik dan disampaikan dengan lancar, tidak tersendat-sendat. Ketiga, penggunaan strategi dan metode mengajar. Barangkali tidak satupun metode mengajar yang dianggap paling baik. Dalam hal ini dibutuhkan strategi untuk menentukan dan memilih metode mengajar yang sesuai dengan kondisi terkini di ruang kelas. Yakni sesuai dengan daya tangkap siswa, relevan dengan materi, dan didukung oleh sarana belajar yang tersedia.

Keempat, penggunaan media belajar. Media belajar adalah semua alat bantu yang digunakan untuk mempermudah guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Jika tidak memiliki media belajar yang memadai, paling tidak guru membuat chart atau gambar sederhana di papan tulis untuk menjelaskan materi pelajaran. Kelima, pengaitan materi dan pengetahuan siswa. Materi pelajaran yang disampaikan perlu dikaitkan dengan pengetahuan dan pengalaman siswa sehari-hari.

Jika materi pelajaran dirasa jauh dengan pengetahuan dan pengalaman siswa, guru perlu memodifikasi materi pelajaran menjadi bentuk sederhana. Yaitu dengan membuat contoh-contoh sederhana sesuai dengan kehidupan sosial dan lingkungan alam siswa. Diyakini memang, masih banyak upaya lain yang dapat dilakukan oleh guru untuk menciptakan pembelajaran bermakna bagi siswa. Namun hal ini disesuaikan kondisi masing-masing guru dan lingkungan mengajarnya. (*)